Kamis 01 Feb 2024 12:14 WIB

China tak Permasalahkan Jika Trump Kembali Jadi Presiden

Kesempatan Trump untuk kembali sebagai presiden AS tak bisa dianggap sebelah mata.

Dalam gambar yang diambil dari video ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin memberi isyarat saat jumpa pers di kantor Kementerian Luar Negeri di Beijing, Selasa (14/3/2023). Amerika Serikat, Australia, dan Inggris sedang melakukan perjalanan lebih jauh ke bawah jalur yang salah dan berbahaya untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri, kata Kementerian Luar Negeri China Selasa, menanggapi kesepakatan di mana Australia akan membeli kapal selam serang bertenaga nuklir dari A.S. untuk memodernisasi armadanya.
Foto: AP Photo/Liu Zheng
Dalam gambar yang diambil dari video ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin memberi isyarat saat jumpa pers di kantor Kementerian Luar Negeri di Beijing, Selasa (14/3/2023). Amerika Serikat, Australia, dan Inggris sedang melakukan perjalanan lebih jauh ke bawah jalur yang salah dan berbahaya untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri, kata Kementerian Luar Negeri China Selasa, menanggapi kesepakatan di mana Australia akan membeli kapal selam serang bertenaga nuklir dari A.S. untuk memodernisasi armadanya.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menyebut tidak mempermasalahkan bila Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menduduki jabatannya tersebut. "Tidak peduli siapa yang terpilih sebagai Presiden AS, kami berharap AS akan bekerja sama dengan kami," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China, Rabu (31/1/2024).

Kesempatan Donald Trump untuk kembali diangkat sebagai presiden AS dalam pemilu 2024 tidak dapat dipandang sebelah mata karena dari survei ABC News/Ipsos pada Januari 2024, sebanyak 68 persen anggota Partai Republik dan independen yang berhaluan Partai Republik mengatakan Donald Trump adalah kandidat dengan peluang terbaik untuk terpilih.

Baca Juga

"Kami harap ia (presiden AS-red) mengikuti prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan, serta memajukan hubungan bilateral yang stabil, sehat, dan berkelanjutan demi kepentingan kedua negara dan dunia pada umumnya," tambah Wang Wenbin.

Ia pun menegaskan pemilihan presiden AS adalah urusan dalam negeri AS. "China, yang berkomitmen pada prinsip tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain, tidak akan ikut campur dalam pemilihan presiden AS," tegas Wang Wenbin.

China, lanjut Wang Wenbin, juga akan terus menjunjung tinggi kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan negaranya. "Saya ingin menekankan bahwa perkembangan hubungan China-AS merupakan kepentingan fundamental kedua bangsa dan kedua negara serta memenuhi harapan masyarakat internasional," tambah Wang Wenbin.

Sejumlah survei di dalam negeri AS misalnya polling yang dilakukan RealClearPolitics, Race to the WH dan lembaga Decision Desk HQ/The Hill menunjukkan keunggulan Trump melawan Joe Biden, sehingga kemungkinan Trump untuk menjadi Presiden ke-47 negara adidaya tersebut terbuka.

Trump sendiri saat ini tengah menghadapi serangkaian dakwaan hukum. Pengusaha dan politikus berusia 77 tahun itu sedang menghadapi 91 tuntutan pidana dalam empat kasus terpisah, termasuk terkait kerusuhan 6 Januari 2021 di Gedung Capitol AS.

Terbaru pada Jumat (26/1/2024), juri pengadilan federal Amerika Serikat memutuskan pemberian uang ganti rugi sebesar 83,3 juta dolar AS (Rp 1,31 triliun) bagi seorang kolumnis atas komentar pencemaran nama baik yang dilontarkan Trump.

Dakwaan lain adalah soal perannya dalam kerusuhan 6 Januari 2021 dan dugaan upayanya untuk membatalkan hasil pemilu 2020. Sementara Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa pemilu 5 November 2024 adalah tentang masa depan demokrasi Amerika, dan bahwa Trump adalah ancaman bagi demokrasi tersebut.

Bila terpilih lagi, menurut media Bloomberg, Trump akan menguatkan agenda "America First", kemungkinan, antara lain dengan menaikkan tarif yang diperkirakan akan membawa gelombang gangguan baru pada rantai pasokan global. Rencana tarif tersebut kemungkinan akan membuat sejumlah negara akan terpaksa berunding mendapat konsesi, seperti saat Trump dulu menjadi presiden pada masa jabatan pertamanya.

Kemungkinan negara tertentu yang akan mendapatkan dampak paling besar terkait tarif adalah China. Apalagi, hal ini juga didukung oleh anggota Kongres AS yang secara lintas partai pada Desember juga telah merekomendasikan adanya kenaikan tarif dari sejumlah barang yang berasal dari China, serta langkah untuk membatasi investasi di negara tersebut.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement