REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menerima pertanyaan ihwal sikap partai terhadap kadernya yang berada di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Khususnya setelah Mahfud MD resmi mengundurkan diri dari posisi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
Hasto mengatakan, PDIP akan terlebih dahulu mencermati kondisi politik dan Kabinet Indonesia Maju. Terutama dalam 13 hari terakhir jelang pencoblosan pada 14 Februari mendatang.
"Kami mencermati (mundur atau tidaknya), masih ada kesempatan 13 hari ke depan untuk melakukan suatu koreksi di dalam penyelenggaraan pemilu. Di mana otoritas tertinggi di dalam sistem pemerintahan ini seharusnya betul-betul netral dan memastikan suara rakyat adalah suara Tuhan," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Diketahui, sejumlah kader PDIP menempati sejumlah kursi menteri dalam Kabinet Indonesia Maju. Mulai dari Pramono Anung, Yasonna H Laoly, Tri Rismaharini, Abdullah Azwar Anas, dan Bintang Puspayoga.
Adapun saat ini, stabilitas Indonesia di tengah kontestasi politik menjadi alasan PDIP mempertahankan para kadernya yang berada dalam kabinet. Berbeda dengan Mahfud MD yang sudah melewati berbagai pertimbangan sebelum mundur.
"Jadi terus terang, bagi kami PDI Perjuangan, tentu saja, kepentingan bangsa di atas segalanya. Apapun stabilitas politik itu sangat penting di tengah tengah pertarungan geopolitik saat ini, di tengah tengah ancaman krisis ekonomi karena persoalan geopolitik yang belum selesai," ujar Hasto.
Kendati demikian, ia memang mengungkapkan ada ketidaknyamanan dalam Kabinet Indonesia Maju saat ini. Salah satunya adalah terkait program bantuan sosial (bansos) yang menjadi ranah dari Risma sebagai Menteri Sosial (Mensos).
Namun, program tersebut saat ini sudah tak lagi mengacu pada data milik Kementerian Sosial (Kemensos). Padahal kementerian tersebut selalu melakukan validasi, verifikasi, dan update berkala terhadap data warga penerima manfaat bantuan.
"Data-data itu tidak dipakai untuk membagi beras miskin dan beras hanya dipakai untuk kepentingan elektoral. Bahkan yang begitu menyedihkan, pernyataan dari Bapak Akbar Faisal, bagaimana total dana untuk bansos itu jauh melampaui anggaran untuk Covid," ujar Hasto.
"Ini kan sesuatu yang sangat disayangkan, sangat-sangat disayangkan," katanya menegaskan.