REPUBLIKA.CO.ID,GAZA – Kelompok Hamas dilaporkan tengah menjalin diskusi dengan kelompok perlawanan Palestina lainnya di Jalur Gaza guna merumuskan sikap bersama terkait pertukaran antara sandera Israel dan tahanan Palestina. Sikap mereka nantinya akan disampaikan kepada Mesir selaku mediator.
Sekretaris Jenderal Gerakan Jihad Islam Ziad al-Nakhala sudah menyampaikan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam perjanjian apa pun tanpa mencapai gencatan senjata yang komprehensif. “Respon akhir dari gerakan tersebut (Jihad Islam) belum disampaikan ke Kairo,” kata seorang sumber Palestina, Kamis (1/2/2024), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia menambahkan bahwa diskusi dengan pejabat Mesir masih berlangsung. Sebelumnya Hamas telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang mempelajari proposal gencatan senjata yang telah disepakati perwakilan Israel, Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS) di Prancis akhir pekan lalu.
Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns dan Direktur Badan Intelijen Israel (Mossad) telah mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani di Paris, Prancis, Ahad (28/1/2024) lalu. Kepala Badan Intelijen Umum Mesir Abbas Kamel turut berpartisipasi dalam pertemuan tersebut. Mereka membahas tentang potensi penerapan gencatan senjata dan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina. Sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, Qatar, Mesir, dan AS telah menjadi mediator dalam negosiasi Israel dengan Hamas.
Sheikh Mohammed mengungkapkan, pembicaraan di Paris berlangsung positif. Dia menyebut, kerangka yang mengarah pada gencatan senjata permanen di Gaza sudah disusun. “(Para pihak) berharap untuk menyampaikan proposal ini kepada Hamas dan membawa mereka ke tempat di mana mereka terlibat secara positif serta konstruktif dalam proses,” katanya, dikutip laman Hurriyet Daily News, Senin (29/1/2024).
Sheikh Mohammed menjelaskan, dalam kerangka yang sudah disusun, tercakup gencatan senjata dan pembebasan para sandera yang terdiri perempuan serta anak-anak. Hal itu kemudian diikuti dengan masuknya konvoi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Sheikh Mohammed optimistis, kerangka tersebut akan mengarah pada gencatan senjata permanen.
Pemimimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan telah menerima proposal gencatan senjata dari Qatar. Pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu, mengatakan pihaknya menginginkan gencatan senjata lengkap dan komprehensif, bukan gencatan senjata sementara. Dia menyebut, ketika gencatan senjata permanen diberlakukan, detail selanjutnya, termasuk terkait pembebasan sandera, dapat didiskusikan.
Pejabat senior Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mengatakan, pembebasan orang-orang yang masih mereka sandera membutuhkan jaminan diakhirinya agresi Israel ke Jalur Gaza. Selain itu, Hamas menuntut agar semua pasukan Israel di Gaza ditarik. “Keberhasilan pertemuan Paris bergantung pada persetujuan Pendudukan (Israel) untuk mengakhiri agresi komprehensif di Jalur Gaza,” kata Abu Zuhri, kepada Reuters, Senin lalu.
Pada 24 November hingga 1 Desember 2023, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Kesepakatan itu tercapai berkat peran mediasi Qatar, Mesir, dan AS. Selama periode gencatan senjata, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera. Hamas membebaskan 105 sandera. Mereka terdiri dari 81 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 240 tahanan Palestina.
Pada 9 Desember 2023 lalu, Israel mengatakan Hamas masih menahan 137 sandera di Gaza. Hamas sempat menyampaikan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan sejumlah sandera akibat agresi tanpa henti Israel ke Gaza. Hamas memperkirakan beberapa sandera telah terbunuh serangan Israel.