Kamis 01 Feb 2024 23:22 WIB

CSIS Sebut Polarisasi di Pemilu 2024 Berkurang Drastis

CSIS menyebut potensi polarisasi berkurang karena tidak ada incumbent

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua KPU berserta komisioner KPU berfoto bersama dengan para pasangan Capres-cawapres peserta Pemilu 2024 usai Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Ahad (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU berserta komisioner KPU berfoto bersama dengan para pasangan Capres-cawapres peserta Pemilu 2024 usai Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Ahad (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menyampaikan potensi polarisasi pada Pemilu 2024 masih tetap ada. Tapi, kata dia, potensi tersebut sudah menurun drastis dibanding pemilu-pemilu sebelumnya.

“Potensi polarisasi di Pemilu 2024 masih tetap ada, tapi sudah berkurang sangat besar,” ujar Arya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Dewasa Berdemokrasi pada Pemilu 2024’, dikutip dari siaran pers, Rabu (31/1/2024).

Dia menyampaikan, berkurangnya potensi polarisasi tersebut dikarenakan sejumlah faktor. Salah satunya tidak ikutnya petahana pada Pilpres 2024. Artinya, ketiga pasangan calon akan menjadi presiden baru periode 2024-2029. Jadi Pemilu 2024 kali ini dia sebut relatif lebih tenang karena menghadapi situasi baru.

“Karena tidak ada paslon incumbent. Kemudian menantang karena kompetisinya relatif dinamis, karena ada tiga paslon,” kata dia.

Tidak hanya itu, polarisasi itu menurun lantaran model kampanye mengalami pergeseran dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2014 dan Pemilu 2019, termasuk Pemilukada 2017, model kampanye berbasis media sosial berperan tinggi dan sangat mempengaruhi orang-orang untuk menentukan dan memilih kandidat.

Pada Pemilu 2024, situasinya berbeda. Kalau saat ini, menurut Arya, masyarakat sudah jenuh dan mulai sadar verifikasi informasi tidak pernah bisa didapat secara utuh di media sosial. 

“Verifikasi informasi dari medsos itu terbatas, sehingga sekarang beralih ke televisi. Di dua survei terakhir kami, televisi jadi rujukan sumber utama. Karena di televisi, proses pemeriksaan data dan lain-lain, lebih terverifikasi,” ujar dia.

Walaupun turun drastis, namun bukan berarti potensi polarisasi tidak ada sama sekali di Pemilu 2024. Menurut Arya, polarisasi dalam pemilu menjadi hal yang lumrah selama polarisasinya tidak diafiliasikan dalam pandangan keagamaan.

“Dalam pemilu, polarisasi itu tidak terelakkan, yang baik sekarang itu berdasarkan keagamaan cenderung turun drastis. Jadi situasinya jauh lebih baik,” ujarnya.

Selain polarisasi, Arya juga menyoroti masalah hoaks yang beredar jelang pemilu. Menurutnya, hoaks yang beredar pada pemilu saat ini tak semasif seperti pemilu-pemilu sebelumya. Menurutnya, hoaks saat ini cenderung tidak bertahan lama karena literasi masyarakat yang sudah cukup luas.

“Situasi penetrasi dan medsos mengalami pertumbuhan dibanding pemilu sebelumnya. Digital divide mulai mengecil, di kota maupun di desa sama-sama bisa mengakses internet. Dari hasil studi mendekati 70 persen sudah akses internet. Sebelumnya hanya 50 persen,” ujarnya.

Walaupun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hoaks telah menurun, namun dia menekankan agar semua pihak tidak boleh menganggap remeh hoaks. Menurutnya hoaks yang paling mengerikan dan harus diantisipasi adalah hoaks yang menyasar pada penyelenggara dan hasil pemilu lantaran dapat mengganggu legitimasi hasil pemilu.

“Kita harus lakukan mitigasi dan pencegahan secara serius. Jika dibiarkan ini akan menyasar dan berdampak pada legitimasi hasil pemilu,” kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement