REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON –- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk mengakui negara Palestina. Sebelumnya Inggris sudah secara terbuka mengumumkan bahwa mereka akan menimbang-nimbang memberi pengakuan kepada Palestina guna memajukan penyelesaian konflik dengan Israel.
Media Axios, mengutip seorang pejabat senior AS mengungkapkan, beberapa pejabat di pemerintahan Biden percaya bahwa mengakui Palestina mungkin perlu menjadi langkah pertama dalam negosiasi untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. “Upaya untuk menemukan jalan keluar diplomatis dari perang di Gaza telah membuka pintu untuk memikirkan kembali banyak paradigma dan kebijakan lama AS,” ujar pejabat senior AS lainnya yang dikutip Axios, Rabu (31/1/2024).
Seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS kemudian menanggapi laporan ini. “Sudah menjadi kebijakan lama AS bahwa setiap pengakuan atas negara Palestina harus dilakukan melalui negosiasi langsung antara para pihak dan bukan melalui pengakuan sepihak di PBB. Kebijakan itu tidak berubah,” ujarnya saat ditanya Al Arabiya English.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron mengatakan, Inggris akan mempertimbangkan untuk mengakui negara Palestina. Dia menyebut, hal itu bertujuan menciptakan kemajuan yang tak dapat diubah dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.
“Kami mempunyai tanggung jawab di sana karena kami harus mulai menentukan seperti apa negara Palestina nantinya, terdiri dari apa, bagaimana cara kerjanya. Saat hal itu terjadi, kami, bersama sekutu, akan mempertimbangkan masalah pengakuan negara Palestina, termasuk di PBB,” kata Cameron saat berbicara kepada Dewan Konservatif Timur Tengah di House of Commons, Senin (29/1/2024), dikutip laman TIME.
“Ini bisa menjadi salah satu hal yang membantu menjadikan proses ini tidak dapat diubah,” tambah Cameron. Cameron kemudian mengaitkan hal itu dengan upaya mengakhiri perang di Jalur Gaza.
“Ada sebuah jalan yang kini bisa kita lihat terbuka, di mana kita benar-benar dapat membuat kemajuan, tidak hanya dalam mengakhiri konflik, namun juga kemajuan dalam menemukan solusi politik yang dapat berarti perdamaian selama bertahun-tahun, bukan perdamaian selama berbulan-bulan,” ujarnya kepada para anggota parlemen Inggris.
Ia juga mengkritik Israel karena gagal membuat kemajuan dalam mengakhiri konflik dengan Palestina. Cameron mengatakan, selama tiga dekade terakhir, Israel behasil meningkatkan standar hidup warganya. Namun dia berpendapat, jika Israel gagal menjamin keamanan dan keselamatan penduduknya, keberhasilan dalam peningkatan standar hidup akan menjadi sia-sia. “Bagi Israel, 30 tahun terakhir telah gagal,” ucap Cameron.
Terkait pengakuan terhadap Palestina, Cameron telah menuliskan opininya di surat kabar The Mail yang dipublikasikan pada Ahad (28/1/2024). Dalam tulisannya, dia mengatakan, Inggris harus memberikan kepada Palestina perspektif politik tentang jalan kredibel menuju negara Palestina dan masa depan yang baru. “Dan hal ini tidak dapat diubah lagi,” tulisnya.
“Ini tidak sepenuhnya merupakan pemberian kita. Namun Inggris dan para mitranya dapat membantu dengan menegaskan komitmen kita terhadap negara Palestina yang berdaulat dan layak, serta visi kami mengenai komposisinya. Dan yang terpenting, kita harus menyatakan niat kita yang jelas untuk memberikan pengakuan kepada negara tersebut (Palestina-red), termasuk di PBB,” tambah Cameron dalam opininya yang diterbitkan The Mail.
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional pada 18 Januari 2024 lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menolak solusi dua negara. “Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kontrol keamanan atas seluruh wilayah, di sebelah barat Sungai Yordan. Ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan untuk Palestina. Apa yang bisa Anda lakukan?” ucap Netanyahu.
“Perdana menteri harus mampu untuk mengatakan tidak kepada teman-teman kita,” kata Netanyahu seraya menambahkan bahwa dia sudah menyampaikan penolakannya terkait solusi dua negara kepada para pejabat AS.
Setelah Netanyahu menyampaikan pernyataannya, AS selaku sekutu utama Israel, segera merespons dan memberikan penentangan. “Tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka panjang mereka (Israel) untuk memberikan keamanan abadi, serta tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza dan membangun pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pembentukan negara Palestina,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller dalam pengarahan pers, 18 Januari 2024 lalu.
Saat ini, 139 dari 193 negara anggota PBB mengakui negara Palestina. Mayoritas negara yang tidak mengakui Palestina adalah negara-negara Barat, termasuk AS, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan sebagian besar negara Eropa Barat.