Sabtu 03 Feb 2024 14:29 WIB

Susul UGM dan UII, Sivitas Akademika UMY Sampaikan Kritik ke Jokowi

UMY mendesak Presiden Jokowi bersifat netral

Rep: Febrianto Adi Saputro / Red: Nashih Nashrullah
Presiden Jokowi. UMY mendesak Presiden Jokowi bersifat netral
Foto: Dok Kris/ Biro Pers Istana
Presiden Jokowi. UMY mendesak Presiden Jokowi bersifat netral

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Pernyataan sikap  penolakan terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus disuarakan sejumlah kampus. 

 

Baca Juga

Kali ini giliran sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang menyampaikan kritik terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi.

Dewan guru besar, rektor serta para mahasiswa UMY berkumpul menyerukan Pesan Kebangsaan dan Imbauan Moral 'Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban' di UMY pada Sabtu (3/2/2024). 

Guru Besar UMY, Akif Khilmiyah mengatakan bahwa eskalasi pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara terus terjadi setahun belakangan ini.

"Mulai dari KPK yang dikebiri, pejabat yang doyan korupsi, DPR yang tak berfungsi membela anak negeri dan sebagian hakim MK yang tidak punya etika dan harga diri," kata Akif yang mewakili UMY membacakan pernyataan sikap tersebut.

Akif melanjutkan bahwa puncaknya yakni dipasungnya hakim MK oleh ambisi penguasa negeri dan hilangnya etika dalam politik konstetasi menjelang Pemilu 2024 pada 14 Februari nanti. 

Alih-alih memikirkan rakyat yang tereliminasi kekuatan oligarki, para penguasa negeri ini dianggap justru terlihat ambisius dan sibuk mengejar serta melanggengkan kekuasaannya.

"Kerapuhan fondasi bernegara ini hampir sempurna karena para penyelenggara negara, pemerintah, DPR dan peradilan gagal menunjukkan keteladanan mereka dalam menjaga kepatuhan kepada prinsip-prinsip konstitusi dan etika bernegara yang harusnya ditaati dengan sepenuh hati," ucap Akif.

Sebagai negara demokrasi dan berdasarkan konstitusi, UMY memandang para penyelenggara negara di Indonesia semestinya menjadi teladan utama dalam menegakkan prinsip-prinsip konstitusi dan memberi contoh dalam menegakkan etika bernegara bagi warga negara. Tanpa itu semua, RI akan berada di ambang pintu menjadi negara gagal. 

Karena itu, rakyat sebagai pemilik kedaulatan sesungguhnya, harus bergerak untuk mengingatkan segenap penyelenggara negara agar mereka mematuhi konstitusi dan merawat demokrasi Indonesia.

"Mendesak Presiden RI menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk mewujudkan Pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur dan adil. Penggunaan fasilitas negara dengan segenap kewenangan yang dimiliki merupakan pelanggaran konstitusi yang serius," tutur Akif.

Sivitas akademika UMY juga menuntut agar aparat hukum, mulai dari polisi, kejaksaan dan birokrasi agar bersikap netral dalam kontestasi Pemilu 2024. Imbauan serupa juga berlaku untuk KPU, Bawaslu, DKPP serta organ yang berada di bawahnya dituntut agar bersikap independen.

Baca juga: Mengapa Kita Dianjurkan Perbanyak Shalawat? Ini Penjelasan Imam Al Ghazali

UMY juga mendesak partai politik untuk menyetop praktik politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan dalam kontestasi Pemilu 2024. Mereka dituntut lebih mengedepankan politik gagasan dan edukasi politik yang mencerdaskan rakyat.

Kelima, menuntut lembaga peradilan yakni MA dan peradilan di bawahnya, MK bersikap independen dan imparsial dalam menangani berbagai sengketa dan pelanggaran selama proses Pemilu 2024. 

Terakhir, menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 agar bermartabat, jujur dan adil sehingga menghasilkan pemimpin yang visioner dan berani menegakkan prinsip-prinsip konstitusi. 

Sebelumnya sejumlah kampus telah lebih dulu menyatakan kritiknya terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. UGM menyatakan sikapnya melalui Petisi Bulaksumur. Sehari kemudian disusul UII yang menyerukan 'Indonesia Darurat Kenegarawanan'. 

photo
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres pada Senin (16/10/2023). - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement