Ahad 04 Feb 2024 14:40 WIB

Ukuran Bulan Diprediksi Terus Menyusut, Apa Penyebabnya?

Bulan disebut terus kehilangan lingkar dimensinya hingga 100 meter.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Bulan (ilustrasi). Para ilmuwan memperingatkan kemungkinan bahwa bulan, satelit alami bumi, terus mengalami penyusutan.
Foto: ANTARA/Paramayuda
Bulan (ilustrasi). Para ilmuwan memperingatkan kemungkinan bahwa bulan, satelit alami bumi, terus mengalami penyusutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan memperingatkan kemungkinan bahwa bulan, satelit alami bumi, terus mengalami penyusutan. Bulan disebut telah kehilangan lingkar dimensinya hingga 100 meter selama beberapa ratus juta tahun terakhir.

Dikutip dari laman The News, Ahad (4/2/2024), penyusutan itu disebabkan oleh pendinginan di bagian inti bulan. Proses tersebut menyebabkan permukaan di beberapa bagian kutub selatan bulan melengkung secara signifikan.

Baca Juga

Studi baru yang digagas tim peneliti dari Universitas Maryland di Amerika Serikat mengungkap hal lain. Menyusutnya bulan, disertai dengan aktivitas seismik seperti gempa, dapat menyebabkan peningkatan tanah longsor di bulan.

Kondisi itu berpotensi menimbulkan bahaya bagi astronaut di masa depan yang berada di daerah dekat zona patahan bulan. Salah satu penulis studi, Thomas Watters dari Museum Dirgantara dan Luar Angkasa AS, menyarankan rencana misi antariksa ke bulan berikutnya harus dipertimbangkan dengan cermat.

"Distribusi global dari patahan dorong yang baru terbuat, berpotensi untuk menjadi aktif dan membentuk patahan dorong baru dari kontraksi global yang sedang berlangsung. Ini harus dipertimbangkan ketika merencanakan lokasi dan stabilitas pos terdepan permanen di Bulan," ujar Watters.

Para peneliti telah mengaitkan patahan di wilayah kutub selatan Bulan dengan gempa dahsyat yang tercatat oleh seismometer Apollo lebih dari 50 tahun yang lalu. Artinya, ada wilayah tertentu di kutub selatan bulan yang sangat rentan terhadap tanah longsor akibat guncangan seismik.

Gempa bulan, yang disebabkan oleh patahan di bagian dalam bulan, dapat merusak struktur dan peralatan buatan manusia di permukaan bulan. Fenomena alam itu bisa berlangsung selama berjam-jam atau bahkan sepanjang hari.

Pemicunya adalah sedimen lepas di permukaan bulan yang terbentuk dari tumbukan asteroid dan komet selama miliaran tahun. Permukaan bulan terdiri dari kerikil dan debu kering, yang terkena dampak asteroid dan komet selama miliaran tahun.

Peneliti lain dalam studi, Nicholas Schmerr, menjelaskan bahwa fragmen yang dihasilkan proses itu, mulai dari ukuran mikron hingga batu besar, terkonsolidasi secara longgar. Sehingga, amat rentan terhadap guncangan dan tanah longsor.

Schmerr menyoroti bahwa Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) berencana meluncurkan penerbangan berawak pertama ke bulan sebagai bagian dari misi Artemis pada akhir tahun 2024. Tujuan misi itu adalah mengidentifikasi lokasi berbahaya di bulan untuk eksplorasi manusia di masa depan.

"Pekerjaan ini membantu kita bersiap menghadapi apa yang menanti kita di Bulan, apakah itu struktur rekayasa yang dapat menahan aktivitas seismik Bulan dengan lebih baik atau melindungi manusia dari zona yang sangat berbahaya,” ungkap Schmerr.

Pada 2019, NASA melalui situs resminya, nasa.gov, menjelaskan bahwa Bulan menyusut seiring pertambahan usianya. Hal itu akibat pendinginan di bagian dalamnya. Bulan diibaratkan seperti buah anggur yang mengerut ketika menyusut menjadi kismis. Sayangnya, berbeda dengan kulit buah anggur yang fleksibel, kerak permukaan bulan rapuh, sehingga pecah saat bulan menyusut.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement