Senin 05 Feb 2024 20:09 WIB

Bagaimana Mencegah Gizi Buruk dan Stunting pada Anak? Ini Saran Ahli

Untuk mendeteksi gejala awal stunting, orangtua perlu memanfaatkan fasilitas posyandu

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Friska Yolandha
Petugas kesehatan mengukur lingkar kepala anak usia bawah lima tahun (balita) di Posyandu Sakura 01 Sukarasa, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/11/2023). Kegiatan Bulan Pengukuran tersebut bertujuan untuk menghasilkan data yang lebih akurat dan tepat sasaran untuk deteksi dan pencegahan stunting.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas kesehatan mengukur lingkar kepala anak usia bawah lima tahun (balita) di Posyandu Sakura 01 Sukarasa, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/11/2023). Kegiatan Bulan Pengukuran tersebut bertujuan untuk menghasilkan data yang lebih akurat dan tepat sasaran untuk deteksi dan pencegahan stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli gizi masyarakat dari Dr Tan & Remanlay Institute, dr Tan Shot Yen membagikan strategi intervensi dan pencegahan gizi buruk dan stunting pada anak. Dalam penjelasan yang mengacu pada Petujuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil Kemenkes, dr Tan menjelaskan algoritma yang dapat menjadi panduan bagi tenaga kesehatan dan orang tua.

Algoritma Intervensi Gizi Buruk pada Anak:

  • Di puskesmas, balita dikonfirmasi status gizi dan pemeriksaan kesehatan, termasuk pencarian red flag.
  • Bila terdapat red flag dan tidak dapat ditangani di puskesmas, balita dirujuk ke rumah sakit.
  • Jika tidak ada red flag dan balita mengalami gizi kurang dengan atau tanpa stunting, penanganan dapat dilakukan di puskesmas. Ini melibatkan perawatan jalan, edukasi, konseling pola makan, dan pencegahan infeksi dengan memberikan PMT lokal selama empat sampai delapan minggu. Selain itu, stimulasi perkembangan dan pemantauan berat badan setiap minggu oleh tenaga kesehatan.
  • Jika berat badan naik dengan baik, balita dengan status gizi di atas -2 SD dapat dirujuk kembali ke posyandu.
  • Jika setelah 14 hari berat badan tidak naik adekuat atau terdapat red flag yang tidak dapat ditangani di puskesmas, maka balita dirujuk ke rumah sakit.

Terkait dengan faktor risiko, dr Tan menjelaskan lima pintu menuju stunting yang harus diwaspadai:

  • Saat Ibu Hamil: Anemia, kurang energi kronik, dan lingkar lengan atas kecil meningkatkan risiko BBLR dan anemia pada anak.
  • Saat Kelahiran: Tidak menjalankan Inisiasi Menyusu Dini dapat menyebabkan kegagalan ASI eksklusif dan risiko tinggi kegagalan ASI selanjutnya.
  • ASI Eksklusif Gagal: Anak sering sakit, penggunaan sufor yang berlebihan, alergi sufor, dan intoleransi laktosa.
  • MPASI Tidak Benar: Kuantitas dan kualitas MPASI yang tidak sesuai.
  • Anak Sering Sakit: Terpapar penyakit seperti batuk pilek, diare, TBC, dan imunisasi yang tidak sesuai.

Namun, dr Tan menegaskan bahwa semua faktor risiko tersebut dapat dicegah dengan dukungan keluarga melalui literasi, edukasi, sanitasi, imunisasi, dan perencanaan ekonomi.

Baca Juga

Untuk mendeteksi gejala awal stunting atau gizi buruk pada anak, dr Tan menganjurkan para orangtua untuk memanfaatkan posyandu sebagai garda terdepan. Jika terjadi penurunan berat badan pada anak setelah penimbangan, segera rujuk ke puskesmas untuk mendapatkan evaluasi dan penanganan lebih lanjut.

Dr Tan Shot Yen menekankan bahwa orang tua memiliki peran kunci dalam mencegah stunting. Deteksi awal melalui posyandu, serta tindakan cepat di puskesmas menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan anak dan mencegah dampak jangka panjang dari gizi buruk dan stunting. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement