REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah melimpahkan berkas kasus sekaligus surat dakwaan atas nama Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Karen dikenal luas sebagai Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014.
Karen bakal disidang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021. KPK siap membuktikan perbuatan Karen yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 1,77 triliun.
"Inti dakwaan tim jaksa diantaranya perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS dan juga memperkaya diri terdakwa sebesar Rp 1 miliar lebih dan 104 ribu dolar AS termasuk memperkaya Corpus Christi Liquefaction LLC sebesar 113,8 juta dolar AS," kata Juru Bicara KPK Ali dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa (6/2/2024).
Ali menjamin tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK bakal membongkar perbuatan Karen sejak pembacaan surat dakwaan. Saat ini, penahanan Karen sudah dilimpahkan menjadi wewenang PN Jakpus.
"Tim Jaksa siap membuka terang benderang perbuatan terdakwa saat agenda persidangan pertama yaitu pembacaan surat dakwaan," ujar Ali.
Dalam kasus ini, Karen diduga secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, AS tanpa kajian mendalam. Karen juga diduga tak melapor pada Dewan Komisaris Pertamina dan tidak membahasnya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
KPK menyimpulkan keputusan Karen Agustiawan tak memperoleh izin dari pemerintah sebagai pemegang saham. Apalagi, keputusan Karen dinilai KPK ternyata tak berdampak positif.
Sebab kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat justru tak terserap di pasar domestik. Sehingga kargo LNG menjadi over supply dan tak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Akibatnya, diduga terjadi jual rugi LNG di pasar internasional oleh Pertamina.
Di sisi lain, Karen membantah pengadaan LNG tersebut merupakan keputusan pribadi. Ia menegaskan pengadaan itu tergolong aksi korporasi karena diepakati direksi secara kolektif kolegial.
KPK melilit Karen dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.