REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia dan Cina menyoroti aksi serangan udara Amerika Serikat (AS) ke Irak serta Suriah baru-baru ini. Moskow dan Beijing menilai, serangan tersebut memperdalam ketegangan di kawasan Timur Tengah.
“Jelas serangan udara Amerika sengaja ditujukan untuk memicu konflik,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dalam pertemuan di Dewan Keamanan, Senin (5/2/2024), dikutip laman Al Arabiya.
Duta Besar Cina untuk PBB Jun Zhang memperkuat pernyataan Nebenzia. “Tindakan AS pasti akan memperburuk lingkaran setan kekerasan di Timur Tengah,” ujarnya.
Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, Rosemary DiCarlo, menyerukan para pihak untuk mundur dari jurang konflik. “Saya mengimbau Dewan untuk terus secara aktif melibatkan semua pihak terkait untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan memperburuk ketegangan yang merusak perdamaian serta keamanan regional,” ucap DiCarlo.
Pemerintah Irak dan Suriah telah mengecam serangan AS ke wilayah mereka pada Jumat (2/2/2024) malam. Pascaserangan itu, Baghdad dan Damaskus menginginkan agar pasukan AS segera hengkang dari negara mereka.
Juru bicara pemerintah Irak, Bassem al-Awadi mengungkapkan, serangan AS pada Jumat malam pekan lalu menghantam wilayah Akashat dan Al-Qaim, termasuk wilayah di mana pasukan Irak ditempatkan. Serangan AS membunuh sedikitnya 16 orang, termasuk warga sipil, dan melukai 23 lainnya.
AS mengklaim, mereka telah menjalin koordinasi dengan otoritas Irak sebelum meluncurkan serangan. Namun al-Awadi membantah hal tersebut. Dia mengatakan, klaim Washington yang menyebutnya berkoordinasi dengan Irak sebelum melakukan serangan adalah sebuah penipuan dan distorsi fakta. “Klaim (AS) tidak berdasar yang dibuat untuk menyesatkan opini publik internasional dan menghindari tanggung jawab hukum,” ujar al-Awadi, Sabtu (3/2/2024).
“Serangan udara agresif ini akan mendorong situasi keamanan di Irak dan wilayah tersebut ke jurang yang dalam,” tambah al-Awadi.
Dia mengutuk penggunaan wilayah Irak sebagai medan pertempuran untuk menyelesaikan masalah. Al-Awadi menyerukan agar pasukan koalisi anti-ekstremis internasional pimpinan AS di Irak segera keluar dari negara tersebut. “(Koalisi AS) telah menyimpang dari tugas yang diberikan dan memberikan mandate serta membahayakan keamanan dan stabilitas di Irak,” ucapnya.
Ada sekitar 2.500 tentara AS yang dikerahkan di Irak dan sekitar 900 lainnya di Suriah sebagai bagian dari koalisi yang dibentuk pada 2014 untuk melawan ISIS. Sama seperti Irak, Suriah juga mengecam serangan militer AS ke wilayah negaranya pada Jumat malam lalu.
Militer Suriah mengungkapkan, serangan yang diluncurkan AS pada Jumat menewaskan sejumlah warga sipil dan tentara. Terdapat pula korban luka. Serangan turut menimbulkan kerusakan signifikan pada properti publik dan pribadi. “Pendudukan sebagian wilayah Suriah oleh pasukan AS tidak dapat dilanjutkan,” kata militer Suriah, Sabtu pekan lalu, dikutip laman Al Arabiya.
Militer Suriah menegaskan, mereka bertekad membebaskan seluruh wilayah di negara tersebut dari pendudukan dan terorisme. AS meluncurkan serangkaian serangan udara ke Irak dan Suriah pada Jumat pekan lalu. Serangan tersebut membidik fasilitas Korps Garda Revolusi Iran, Pasukan Quds, yakni divisi operasi eksternal dari Garda Revolusi Iran, serta kelompok-kelompok milisi yang didukung Iran. Itu merupakan aksi pembalasan AS atas terbunuhnya tiga tentara mereka dalam serangan pesawat nirawak di Yordania.
Komando Pusat AS (CENTCOM) mengungkapkan, serangan ke Irak dan Suriah dilakukan oleh sejumlah pesawat, termasuk pembom jarak jauh yang diluncurkan dari AS. Secara keseluruhan, lebih dari 85 target terhantam oleh lebih dari 125 amunisi presisi.
CENTCOM mengatakan, fasilitas yang terhantam serangan AS meliputi pusat komando dan kendali serta pusat intelijen, tempat penyimpanan roket, rudal dan drone. Fasilitas rantai pasokan logistik serta amunisi kelompok milisi dan sponsor Garda Revolusi Iran yang memfasilitasi serangan terhadap pasukan AS dan koalisinya termasuk dalam target yang diserang.
Presiden AS Joe Biden mengungkapkan, serangan pada Jumat pekan lalu itu hanya awal dari respons negaranya. “Ini akan berlanjut pada waktu dan tempat yang kami pilih. AS tidak menginginkan konflik di Timur Tengah atau di mana pun di dunia. Namun biarlah semua orang yang ingin menyakiti kami mengetahui hal ini: Jika Anda menyakiti warga Amerika, kami akan membalasnya,” ujarnya, dikutip laman Anadolu Agency.
Pada 28 Januari 2024 lalu, serangan pesawat nirawak ke Tower 22 membunuh tiga tentara AS melukai sedikitnya 34 lainnya. Tower 22 merupakan sebuah instalasi militer terpencil di Yordania, dekat perbatasan Irak dan Suriah. Washington menuding kelompok milisi Perlawanan Islam (Islamic Resistance) yang berbasis di Irak mendalangi serangan tersebut. Perlawanan Islam, yang didukung Iran, memang mengakui mereka aktor di balik penyerangan ke Tower 22.
Pada 31 Januari 2024, Iran mengatakan ia akan dengan tegas merespons setiap serangan yang menargetkan wilayah atau kepentingannya. Di hari yang sama, Kepala Korps Garda Revolusi Iran Hossein Salami juga menyampaikan negaranya tidak takut terlibat peperangan dan konfrontasi dengan AS.
“Belakangan ini, kami mendengar beberapa ancaman dari para pejabat Amerika, yang kepadanya kami sampaikan, kami tidak membiarkan ancaman apa pun tidak terjawab dan kami tidak menginginkan perang, namun kami tidak takut berperang,” kata Salami kepada media pemerintah Iran, dikutip laman Al Arabiya.