REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Febrianto Adi Saputro
Kalangan masyarakat sipil menilai Ketua KPU Hasyim Asy'ari sudah selayaknya mundur dari jabatannya menyusul putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebelumnya, putusan DKPP menilai Hasyim dan enam anggota KPU yang lain dinilai melanggar etik terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati meminta Hasyim Asy'ari menyadari pelanggaran etikanya. Neni meminta Hasyim tak perlu lagi melanjutkan lagi tugasnya di KPU karena bisa menggerus kepercayaan publik terhadap KPU.
"Terlalu sering pelanggaran etik terjadi dan jika tidak bisa membenahi moral, integritas dan mengembalikan kepercayaan publik maka lebih baik mundur," ujar Neni kepada Republika, Senin (5/2/2024).
Neni khawatir akan ada spekulasi negatif dan rasa tidak percaya terhadap KPU RI akibat ulah Hasyim. "Publik tentu akan sangat khawatir ketika akan menuju ke tahapan paling inti pemilu 2024 tetapi tidak mampu juga menjadi contoh yang baik untuk KPU provinsi dan kabupaten, kota bahkan sampai tingkat adhoc," ujar Neni.
Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) juga menyarankan Hasyim Asy'ari mundur dari jabatannya. Tingkah laku Ketua KPU RI yang telah berulang kali melanggar etik dan mendapatkan sanksi peringatan keras, dinilai telah nyata-nyata menafikan amanat konstitusi Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa penyelenggara Pemilu harus memiliki sikap Jujur dan Adil.
"Bahwa pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota KPU lain dalam melakukan penetapan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan suatu tindakan pengabaian terhadap amanat Konstitusi dalam pelaksanaan Pemilu yang harus dilakukan secara berintegritas," kata Peneliti PSHK FH UII Muhammad Addi Fauzani dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/2/2024).
PSHK FH UII juga mencatat bahwa putusan DKPP dalam memberikan sanksi 'Peringatan Keras Terakhir' kepada Ketua KPU terlihat sangat kompromistis dan mengabaikan prinsip keadilan Pemilu karena tidak sesuai dengan ketentuan sanksi Pasal 22 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. DKPP dalam peraturannya tersebut hanya mengatur mengenai sanksi: teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.
"Terlebih terdapat fakta bahwa Ketua KPU telah dijatuhi paling tidak 3 kali sanksi peringatan keras," ucap Addi.
PSHK FH UII menganggap pelanggaran etik oleh penyelenggara Pemilu juga berimplikasi menurunkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap proses pelaksanaan Pemilu 2024 yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luberjurdil). Berdasarkan sejumlah catatan tersebut PSHK UII menyampaikan sejumlah rekomendasi.
"Kepada Ketua KPU RI sudah selayaknya mundur demi mengembalikan kepercayaan masyarakat akan Penyelenggara Pemilu yang Jujur dan Adil," ungkapnya.
PSHK FH UII juga mengimbau kepada seluruh anggota KPU RI agar berbenah dan fokus dalam menyelenggarakan Pemilu yang berintegritas. "Kepada DKPP dalam memutus setiap dugaan pelanggaran etik mestinya belandaskan pada hukum formil yang telah ditetapkan oleh DKPP sendiri sehingga tidak melahirkan putusan yang kompromistis yang mengabaikan prinsip Keadilan Pemilu," kata dia.
Diketahui, DKPP memvonis Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024. Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.
Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan dirinya tidak ingin mengomentari putusan DKPP yang memvonis dirinya dan dan enam anggota lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024. Dia mengatakan, selama persidangan pihaknya telah diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, hingga argumentasi, terkait pengaduan tersebut.
"Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP, ketika dipanggil sidang kita sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan," kata Hasyim kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.