REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putra mantan menteri pertanian (mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kemal Redindo Syahrul Putra, memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (5/2/2024). Kemal berstatus saksi dalam perkara yang menjerat ayahnya.
KPK mengaku mengonfirmasi pengetahuan Kemal mengenai dugaan kucuran uang korupsi ayahnya. SYL terjerat kasus dugaan pemerasan lelang jabatan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan).
"(Kemal Redindo) dikonfirmasi terkait pengetahuan mengenai dugaan aliran uang yang diterima tersangka SYL, termasuk pengetahuan mengenai dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kementan saat itu," kata Juru Bicara Ali Fikri pada Selasa (6/2/2024).
Walau demikian, Ali enggan menjabarkan berapa jumlah dana milik SYL yang diketahui oleh Kemal Redindo. Saat ini, Kemal menjabat Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang) Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, putri eks mentan SYL, Indira Chunda Thita Syahrul Putri tidak memenuhi panggilan penyidik KPK pada 2 Februari 2024. Anak sulung SYL itu berstatus sebagai saksi dalam pemanggilan KPK.
"Saksi Indira Chunda Thita Syahrul tidak hadir," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (6/2/2024).
Tercatat, KPK menyita rumah di Jakarta Selatan pada Kamis (1/2/2024). Penyitaan ini menyangkut kasus dugaan korupsi dengan tersangka SYL. Penyitaan tersebut merupakan upaya pemulihan aset dari kejahatan korupsi.
"Menjadi bagian penting dalam upaya KPK melakukan asset recovery dari hasil korupsi," ujar Ali.
Ali menyampaikan upaya pemulihan aset oleh tim KPK belum berhenti. Tim KPK terus menelusuri aset lain yang terkait perkara ini. "Masih terus dilakukan penelusuran aset-aset bernilai ekonomis lainnya dengan melibatkan peran aktif dari Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK," ujar Ali.
Diketahui, SYL ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono. Mereka diduga melakukan korupsi berupa pemerasan disertai penerimaan gratifikasi. Mereka diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar.
SYL disebut pernah memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000-10 ribu dolar AS atau dirupiahkan Rp 62,8 juta sampai Rp 157,1 juta (Rp 15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan. Uang tersebut berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang digelembungkan, serta setoran dari vendor yang memperoleh proyek.