REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyatakan, aksi boikot produk yang diduga terafiliasi Israel kini sudah tidak semasif sebelumnya. Meski begitu disebutkan, masih ada beberapa anggota Hippindo yang kinerjanya belum pulih.
"Dari laporan yang kami terima, masih ada beberapa anggota ritel belum pulih, masih turun omzet 20 sampai 30 persen. Salah satunya KFC," ujar Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah kepada Republika beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, masih ada salah paham di masyarakat, sehingga beberapa merek yang seharusnya tidak diboikot turut terkena imbas. Budihardjo menyebutkan, contohnya restoran ayam cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC).
"Kita sudah cek, semuanya lokal. Baik petani, peternak lokal, karyawan lokal. 99 persen lokal, tapi kena imbas," ujar dia.
Maka dirinya berharap ada dukungan masyarakat terutama pemerintah agar membantu investasi anak bangsa tersebut. Ia menegaskan, KFC jangan dianggap pro-Israel. Ia menjelaskan, sebanyak 99 persen pendapatan KFC masuk ke Indonesia, tidak balik ke luar negeri.
"Karena luar negeri tuh hanya ngasih mereknya, itu (harganya) murah sekali. Jadi mereknya aja, merek tidak berarti kekayaan kita dibawa," tutur Budihardjo.
Artinya, kata dia, kalau ada Rp 100 juta, sebanyak Rp 99 juta masuk ke Indonesia dan Rp 1 juta ke luar negeri.
"Kerugian lebih besar ke Indonesia," katanya. Menurut dia, aksi boikot ini salah sasaran.
Ia menambahkan, lama-kelamaan aksi boikot pasti akan berkurang. Menunggu negosiasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Kita secara bisnis yang diboikot. Anggota kami yang banyak bantu lokal kena imbas," tegas Budihardjo.