REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Presiden Argentina Javier Milei telah mengumumkan akan memindahkan kedutaan besar negaranya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Hal itu disampaikan ketika dia melakukan kunjungan perdana ke Israel, Selasa (6/2/2024). “Rencana saya adalah memindahkan kedutaan (Argentina-red) ke Yerusalem Barat,” ujar Milei yang terpilih sebagai presiden Argentina pada November tahun lalu, dikutip laman Al Arabiya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sangat menyambut pengumuman Milei tentang pemindahan kedutaan besar Argentina ke Yerusalem. “Perdana Menteri (Netanyahu-red) membicarakan hal ini dengan Presiden Milei setelah pemilihannya, dan menyambut baik kenyataan bahwa presiden telah menepati janjinya,” demikian bunyi pernyataan yang dirilis kantor Perdana Menteri Israel.
Sementara itu, Hamas mengecam keras rencana Milei memindahkan kedutaan besar Argentina untuk Israel ke Yerusalem. “Ini pelanggaran terhadap hak-hak rakyat Palestina atas tanah mereka, dan pelanggaran terhadap aturan hukum internasional, mengingat Yerusalem sebagai tanah Palestina yang diduduki,” kata Hamas.
Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Ia menjadi negara pertama yang memberi pengakuan tersebut. Pada Mei 2018, AS, yang kala itu dipimpin Donald Trump, meresmikan pembukaan kedutaan besar barunya untuk Israel di Yerusalem. Sejak saat itu, beberapa negara mengikuti langkah Negeri Paman Sam.
Diakuinya Yerusalem sebagai ibu kota Israel menjadi alasan Palestina mundur dari perundingan perdamaian yang dimediasi AS. Palestina menilai Washington tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela atau mengakomodasi kepentingan politik Tel Aviv.
Kini komunitas internasional sangat berharap Palestina dan Israel dapat kembali ke meja perundingan untuk mengakhiri konflik mereka. Harapan dan seruan kian menguat menyusul kian brutalnya efek perang Israel dengan Hamas di Jalur Gaza yang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Sejauh ini lebih dari 27.470 warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel. Sementara korban luka sudah melampaui 66.830 orang. Di tengah perang yang masih berkecamuk, warga Gaza harus hidup dalam kondisi mencekik akibat minimnya pasokan pangan, air bersih, dan obat-obatan.