REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Rini Sekartini mengatakan stimulasi dari orang tua penting guna mengatasi speech delay pada anak-anak. Contohnya, dengan cara memanggil pasangan dengan papa dan mama.
"Kadang-kadang orang tua itu nggak mau menyebut pasangannya 'mama' atau 'papa'. Menyebutnya dengan istilah lain. Kan anak-anaknya nggak mendapat stimulasi yang benar. Yang dia dengar itu nggak sesuai sama yang harus diucapkan," kata Rini ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Hal tersebut dia ungkapkan terkait peran orang tua dan wali dalam mengatasi speech delay atau keterlambatan dalam kemampuan berbicara anak.D ia menjelaskan, dengan memanggil pasangan dengan sebutan "papa" dan "mama", anak dapat mencontoh panggilan tersebut sehingga dapat memanggil orang tuanya secara benar. Menurut dia, "mama" dan "papa" mudah diucapkan bagi anak-anak.
"Itu yang paling sederhana. Kadang sebutan mama, papa di Indonesia kan beragam ya. Ada yang sulit, ada yang kurang sulit, ada yang cukup sulit ya. Yang paling mudah itu 'mama', 'papa'. Jadi kalau 'i', ibu, abi, itu susah juga sih," ujarnya.
Pemakaian panggilan semacam itu, ujarnya, termasuk dalam stimulasi berupa komunikasi dua arah. Dia juga menyarankan orang tua dan wali untuk tidak memberikan gadget atau gawai hingga anak tersebut berusia dua tahun.
"Stimulasi yang benar itu dua arah," dia menambahkan.
Yang kedua, kata Rini, adalah skrining atau deteksi dini. Menurut dia, orang tua perlu memperhatikan tumbuh kembang anaknya, serta kesesuaian antara kemampuan bicaranya dan umurnya. Dia mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan terutama hingga dua tahun sejak kelahiran.
"Ketiga, kalau ada masalah segera konsultasikan. Jangan, 'oh nggak apa-apa nanti juga bisa'. Tidak ada lagi sebenarnya paradigma seperti itu. Paling telat usia dua tahun," katanya.
Dia menjelaskan, untuk menilai perkembangan secara keseluruhan, dilakukan pada interval tertentu, seperti pada saat berumur sembilan bulan, 18 bulan, dan 24 bulan. Orang tua, ujarnya, bisa berkonsultasi tentang hal itu kepada dokter dan tenaga kesehatan.
"Jadi bisa, deteksi dini. Kalau ada masalah, bisa diajarkan untuk memberikan stimulasi yang benar," ujarnya.