Jumat 09 Feb 2024 10:57 WIB

Diskusi ‘Sunyi’ di TMP Kusumanegara, Menelaah Garuda tanpa Banyak Bicara

Lambang negara Garuda selama ini dianggap tak diajarkan dengan benar di sekolah.

Acara konferensi pers Diskusi Sunyi: Memuliakan Garuda Tanpa Banyak Bicara di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusumanegara, Yogyakarta, Kamis (8/2/2024).
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Acara konferensi pers Diskusi Sunyi: Memuliakan Garuda Tanpa Banyak Bicara di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusumanegara, Yogyakarta, Kamis (8/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Ada yang unik pada acara diskusi yang digelar di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusumanegara, Yogyakarta, Kamis (8/2/2024) lalu. Jika biasanya sebuah acara diskusi diwarnai dengan ajang saling adu berpendapat yang riuh dengan suara, maka diskusi yang digelar seniman Eko Bebek kemarin digelar secara ‘sunyi’ karena menghadirkan para tunanetra dan tunarungu.

Acara diskusi yang terbuka untuk umum dan gratis ini menggunakan silent system. Para peserta harus memakai headset berkabel yang disediakan panitia diskusi agar bisa berkomuinkasi dengan para peserta yang mayoritas merupakan tunarungu dan tunanetra.

"Kenapa harus silent? Karena peserta Diskusi Sunyi ini bisu dan tuli. Sekalian memberi warna lain di tahun politik yang berisik dengan Pemilu ini. Saya ingin masyarakat punya kesadaran tentang lambang negara," kata Eko Bebek dalam konferensi pers diskusi bertajuk 'Diskusi Sunyi: Memuliakan Garuda Tanpa Banyak Bicara’, Kamis.

Latar belakang acara ini berangkat dari kegelisahan Eko Bebek yang ingin mengomunikasikan lambang negara lewat burung Garuda. "Selama ini teman-teman tunanetra, tunarungu dan tunawicara jarang diberi hak  tapi banyak diberi kewajiban oleh negara. Saya punya kegelisahan tentang ini, dan  akhirnya menjadi salah satu latar belakang kegiatan ini," kata Eko Bebek yang  selama ini dikenal sebagai MC dan pelawak itu.

Pendiri Rumah Garuda, Nanang Garuda, menambahkan alasan Diskusi Sunyi ini mengangkat tentang Garuda dikarenakan menurut dia lambang negara yang dinilainya keren itu selama ini diajarkan secara tidak benar di kurikulum sekolah. Bahkan Pancasila sempat absen selama 19 tahun karena tertutup oleh mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

"Banyak orang benar jika ditanya siapa pencipta lagu Indonesia Raya maupun penjahit bendera Merah Putih, namun sering salah jika ditanya siapa yang merancang lambang negara kita. Pancasila selama ini bahkan hanya dihitung jumlah bulunya namun makna filosofisnya dilupakan," kata Nanang.

Sementara itu, penyanyi Nugie yang turut meramaikan acara ini secara daring juga mengatakan banyak orang Indonesia yang tidak bisa menelaah lebih jauh nilai-nilai dari lambang burung Garuda yang jelas-jelas terpampang di dinding-dinding sekolah. Menurut dia, orang Indonesia suka mengimpor nilai-nilai dari luar negeri namun jarang yang mau menggali jati diri bangsa.

"Maka mulai hari ini saya berkomitmen untuk mengajak diri saya sendiri dan orang lain untuk lebih mengedepankan cara berpikir para leluhur kita yang selama ini banyak ditutup-tutupi karena beragam kepentingan," tutur Nugie.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement