REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih melihat opsi pembayaran uang kuliah dengan pinjaman online (pinjol) bukanlah keputusan yang bijaksana karena konstitusi menyebutkan pendidikan adalah tugas negara. Sebab itu, Fikri menilai perlu ada diskusi kembali tentang struktur dan formula anggaran pendidikan yang mencapai angka Rp 660 triliun.
"Maka, menurut saya, perlu diadakan diskusi kembali tentang struktur dan formula anggaran pendidikan yang 20 persen yaitu sebesar Rp 660 triliun kemana saja. Kenapa harus membiarkan problem seperti solusi membayar UKT dengan skema pinjol ini muncul?” ujar Fikri dalam keterangannya, Jumat (9/2/2024).
Saat ini, anggaran pendidikan yang diambil dari APBN sebanyak 20 persen lebih besar dikelola oleh pemerintah daerah, dibandingkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Jika menggunakan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) yang disusun oleh Kemdikbudristek, pemerintah daerah kerap mengabaikan amanat konstitusi itu.
Banyak pemerintah daerah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan bahkan kurang dari satu persen tanpa transfer daerah. Sebab itu, Fikri menegaskan pemerintah harus berkomitmen menyelesaikan isu tersebut.
“Faktanya di Kemendikbudristek pada 2023 hanya Rp 80 triliun dan tahun 2024 ini sekitar Rp 97 triliun dari Rp 660 triliun. Ini masih jauh. Maka, menurut saya, perlu dibongkar (struktur dan formula anggaran pendidikan),” kata dia.
Politikus Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan agar pemerintah tidak setengah hati membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Mampu membangun infrastruktur secara masif, dia berharap pemerintah memenuhi janjinya memperbaiki sektor pendidikan di Indonesia.
"Saya berharap mudah-mudahan nanti ada solusi supaya tidak sampai pinjol untuk pendidikan," ujar Fikri.
Pinjaman tanpa bunga...