REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, mempertanyakan kapasitas tiga pakar hukum tata negara yang terlibat dalam film 'Dirty Vote' karena dinilai mengeluarkan narasi yang tak berdasar dan dipadati fitnah. Di mana, ketiga pakar itu ialah Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.
"Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut. Di rekaman tersebut. Saya kok merasa sepertinya ada tendensi keinginan untuk mensabotase Pemilu, bukan mensabotaselah, ingin mendegradasi Pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar," ucap Habiburokhman dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (11/2/2024).
Habiburokhman mengaku sudah menonton film berdurasi kurang lebih dua jam itu, bukan hanya melihat trailernya saja. Menurut dia, Presiden Joko Widodo jadi tokoh yang paling sering disebut dalam film itu. Sebab itu dia menilai apa yang dikatakan para pakar tersebut dalam film itu berseberangan dengan pandangan masyarakat umum.
"Rakyat pasti sangat paham, tokoh yang paling sering disebut dalam film itu, yakni Pak Presiden Jokowi sangat berkomitmen dalam menegakkan demokrasi. Rakyat juga tahu, pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan dan pihak mana yang mendapatkan dukungan sebagai besar rakyat dengan program yang rekam jejak yang jelas berpihak kepada rakyat," jelas dia.
Habiburokhman mengutip kalimat yang disampaikan oleh Zainal pada film tersebut, yang juga ada di trailer, yakni agar rakyat menjadikan film itu sebagai dasar penghukuman. Pihaknya justru khawatir rakyatlah yang akan menghukum mereka dengan cara rakyat sendiri. Di mana, rakyat sangat antusias dengan rencana Prabowo melanjutkan capaian dari pemerintahan Jokowi.
"Jadi tindakan-tindakan mereka mereka yang menyampaikan informasi yang sangat tak argumentatif, tetapi tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan apa yang menjadi sikap sebagian besar rakyat," tutur dia.
Namun, kata dia, TKN Prabowo-Gibran menyarankan rakyat untuk tetap tenang, tidak terhasut, dan tidak terprovokasi oleh narasi dalam film tersebut, yang dia sebut sebagai narasi kebohongan. Pihaknya tak ingin rakyat sampai melakukan pelanggaran hukum karena terprovokasi oleh film itu.
"Kita harus pastikan kemudian 2024 berlangsung damai, luber dan jurdil. Pastikan rakyat untuk bisa menggunakan hak politiknya dengan sebaik-baiknya karena itu akan menentukan masa depan kita semua ke depan," jelas Habiburokhman.
Dalam keterangan pada film yang diunggah ke platform Youtube itu dijelaskan, 'Dirty Vote' merupakan sebuah film dokumenter yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Disebutkan, ketiganya mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi.
"Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di demi mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara," bunyi keterangan itu.