REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) mencatat arus peti kemas sepanjang tahun 2023 mencapai 11,53 juta teus. Tumbuh sekitar 2,63 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat hanya 11,23 juta teus. Corporate Secretary PT Pelindo Terminal Petikemas Widyaswendra mengatakan arus peti kemas 2023 terdiri dari 3,62 juta teus peti kemas internasional dan 7,91 juta teus peti kemas domestik.
"Peti kemas internasional tumbuh sekitar 3,9 persen jika dibandingkan dengan tahun 2022, dan peti kemas domestik tumbuh sekitar 0,5 persen jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya," kata Widyaswendra, Ahad (11/2/2024).
Widya menjelaskan, peningkatan arus peti kemas internasional dipicu adanya penambahan rute peti kemas internasional oleh perusahaan pelayaran. Pada 2023, SPTP mencatat sedikitnya terdapat penambahan 20 layanan rute baru yang melalui di IPC TPK, TPS Surabaya, dan Terminal Teluk Lamong.
"Terdapat sembilan rute baru yang dilayani di IPC TPK, 6 rute di TPS Surabaya, dan 5 rute baru di Terminal Teluk Lamong," ujarnya.
Perseroan menargetkan arus peti kemas pada 2024 bisa menyentuh 12,1 juta teus. Untuk mencapai target tersebut, SPTP akan menggali potensi pembukaan rute baru baik internasional dan domestik bersama perusahaan pelayaran. SPTP juga akan melakukan kegiatan pemasaran bersama perusahaan pelayaran untuk program kontainerisasi muatan yang selama ini masih menggunakan kapal non peti kemas.
"Kolaborasi rute tol laut dengan rute hub and spoke bersama pelayaran komersial juga menjadi salah satu upaya yang akan dilakukan oleh PT Pelindo Terminal Petikemas untuk meningkatkan arus peti kemas yang dilayani di erminal yang dikelola oleh perseroan," ucapnya.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menyebut, upaya kontainerisasi muatan dapat menjadi salah satu upaya PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) untuk meningkatkan pertumbuhan arus peti kemas. Tak hanya itu, untuk mendukung upaya kontainerisasi SPTP perlu melakukan pembenahan di sejumlah pelabuhan yang ada di wilayah timur Indonesia, agar mampu digunakan untuk kegiatan peti kemas.
Perluasan sektor industri di wilayah timur juga dapat mendukung peningkatan arus peti kemas. Selama ini, kata dia, industri masih terpusat di wilayah barat khususnya Pulau Jawa. Dimana kebanyakan peti kemas yang dikirim ke wilayah timur Indonesia akan kembali dalam posisi kosong.
"Potensi muatan peti kemas di wilayah timur Indonesia masih cukup tinggi, utamanya berkaitan dengan hasil tangkapan laut atau perikanan dan hasil bumi lainnya. Namun kita juga perlu perhatikan apakah pelabuhan yang ada di daerah sudah dapat mendukung bongkar muat peti kemas ataupun fasilitas berpendingin," kata Siswanto.
Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan arus peti kemas luar negeri dapat dilakukan dengan penyediaan terminal yang berfungsi sebagai transshipment hub. Namun demikian, Siswanto menilai perlu dilakukan kajian yang menyeluruh bersama semua pihak termasuk pemerintah.
Keberadaan ekosistem yang kuat mulai dari kemudahan bunker, lokasi berlabuh, sistem keuangan dan pembayaran, pemanduan dan penundaan kapal, dan hal lainnya sangat dibutuhkan dalam mewujudkan transhipment hub internasional yang dimimpikan.
"Pertarungan di sektor tersebut akan sangat berat, kita ketahui ada negara tetangga yang sudah menguasai pasar, sehingga kita perlu memperkuat diri terlebih dahulu untuk siap bersaing langsung dengan mereka di selat Malaka," ujarnya.