REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi Timur Tengah tak sesuai proyeksi. Penyebabnya, perang Israel melawan Hamas di Gaza serta pemangkasan produksi minyak oleh negara produsen.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam Arab Fiscal Forum di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) mengingatkan soal dampak regional yang lebih luas bila perang di Gaza terus berlanjut. Ini sudah disampaikan pula dalam laporan ekonomi kawasan bulan lalu.
IMF merevisi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, turun menjadi 2,9 persen tahun ini. Lebih rendah dibandingkan proyeksi pada Oktober karena pemangkasan jangka pendek produksi minyak serta perang di Gaza.
Bulan lalu juga, IMF memperkirakan pertumbuan ekonomi global lebih tinggi, termasuk Cina dan AS. Inflasi ternyata lebih cepat teratasi. Terkait kondisi ekonomi kawasan, Georgieva menyatakan perang di Gaza berimbas pada tetangga Palestina dan Israel.
Konflik yang masih belum usai ini berdampak buruk pada pendapatan dari wisata, sedangkan serangan di Laut Merah oleh Houthi yang mendukung perjuangan rakyat Palestina di Gaza memicu kenaikan ongkos pengapalan secara global.
‘’Faktor-faktor ini berkelindan dengan tantangan perbaikan ekonomi akibat perang sebelumnya,’’ katanya, Ahad (11/2/2024). Seperti diketahui konflik di Gaza merembet ke Laut Merah, yaitu aksi Houthi yang menyerang kapal yang punya kaitan dengan AS, Inggris, Israel.
Mereka menargetkan kapal komersial dengan drone dan rudal sejak November tahun lalu. Mereka menegaskan aksi sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina. Israel membombardir Gaza yang menyebabkan kematian 28 ribu warga sipil di sana.
Perusahaan pengapalan global mengubah rute dari Laut Merah ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Rute yang lebih panjang jika melalui Laut Merah dan Terusan Suez. Di forum yang sama, Menkeu Mesir Mohamed Maait mengenai pengaliha rute itu.
Ia bersyukur dampaknya bisa relatif teratasi karena pertumbuhan ekonomi sebelumnya bagus. Kini, pemerintah lebih berharap pada sektor swasta. ‘’Jika Anda melihat proyeksi belanja dalam kurun tujuh bulan, turun 10 persen,’’ katanya.
Subsidi energi
IMF pada Senin (12/2/2024) waktu setempat akan memublikasikan paper yang menunjukkan subsidi energi akan menghemat hingga 336 miliar dolar AS di Timur Tengah. Menurut Georgieva, jumlah ini senilai dengan gabungan ekonomi Iran dan Libya.
Ia menambahkan menghapus subsidi energi regresif juga akan mengurangi polusi dan membantu meningkatkan belanja sosial. Data IMF menyatakan, di Timur Tengah dan Afrika Utara subsidi energi fosil pada 2022 besarnya hingga 19 persen dari PDB. n