REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemegang rekor dunia maraton putra, Kelvin Kiptum, meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan di negara asalnya. Pelari 24 tahun dari Kenya ini tewas bersama pelatihnya Gervais Hakizimana dari Rwanda, dalam sebuah mobil di sebuah jalan di Kenya Barat pada Ahad (11/2/2024).
Kiptum membuat terobosan pada tahun 2023 sebagai saingan bagi rekan senegaranya Eliud Kipchoge - salah satu pelari maraton terhebat. Pada Oktober tahun lalu di Chicago, Kiptum berhasil menyamai pencapaian Kipchoge, dengan mencatatkan waktu dua jam dan 35 detik untuk jarak 42 km.
Kedua atlet ini telah masuk dalam tim maraton sementara Kenya untuk Olimpiade Paris akhir tahun ini.
Menteri Olahraga Kenya Ababu Namwamba memberikan penghormatan kepada Kiptum lewat platform X. Ia mengaku sangat sedih dan kehilangan kata-kata. "Kenya telah kehilangan permata istimewa," tulisnya.
Pemimpin oposisi dan mantan perdana menteri Kenya, Raila Odinga, mengatakan bahwa negaranya telah kehilangan "seorang pahlawan sejati" dan berduka atas "individu yang luar biasa... dan ikon atletik Kenya".
Presiden Asosiasi Internasional Federasi Atletik (IAAF) Sebastian Coe mengatakan, Kiptum adalah atlet menakjubkan yang meninggalkan warisan yang luar biasa. "Kami akan sangat merindukannya," kata dia, dikutip dari BBC.
Kecelakaan di jalan raya itu terjadi sekitar pukul 23:00 waktu setempat pada Ahad, kata polisi seperti dikutip oleh kantor berita AFP. Polisi menjelaskan, Kiptum mengemudkan mobilnya, tapi kemudian kehilangan kendali. Mobil terguling sehingga menewaskan Kiptum dam pelatihnya langsung di tempat.
Seorang juru bicara yang dikutip oleh AFP menambahkan bahwa penumpang ketiga - yang berjenis kelamin perempuan - mengalami cedera dan dilarikan ke rumah sakit.
Baru pekan lalu, timnya mengumumkan bahwa ia akan mencoba berlari dalam waktu kurang dari dua jam di maraton Rotterdam, sebuah prestasi yang belum pernah dicapai dalam kejuaraan terbuka.
Ketenaran ayah dua anak ini naik begitu cepat. Sebab, ia baru berlari maraton penuh pertamanya pada tahun 2022.
Dia tampil di turnamen besar pertamanya empat tahun sebelumnya dengan menggunakan sepatu pinjaman karena dia tidak mampu membeli sepatu sendiri.
Dia termasuk di antara generasi baru atlet Kenya yang memulai karier di jalan raya, melepaskan diri dari tradisi masa lalu di mana para atlet memulai karier mereka di lintasan lari sebelum beralih ke jarak yang lebih jauh.
Kiptum mengatakan kepada BBC tahun lalu bahwa pilihannya yang tidak biasa ini ditentukan oleh kurangnya sumber daya. "Saya tidak punya uang untuk melakukan perjalanan ke sesi latihan," jelasnya.
Pelatihnya, Hakizimana, 36 tahun, adalah seorang pensiunan pelari asal Rwanda. Tahun lalu, ia menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk membantu Kiptum menembus rekor dunia.
Hubungan mereka sebagai pelatih dan atlet dimulai pada tahun 2018, tetapi keduanya pertama kali bertemu ketika pemegang rekor dunia itu masih jauh lebih muda.
"Saya mengenalnya saat ia masih kecil, menggembala ternak tanpa alas kaki," kenang Hakizimana tahun lalu. "Saat itu pada tahun 2009, saya berlatih di dekat peternakan milik ayahnya, ia datang menendang tumit saya dan saya mengusirnya. Sekarang, saya berterima kasih kepadanya atas pencapaiannya."