Senin 12 Feb 2024 13:06 WIB

Hamas Peringatkan Serangan ke Rafah akan Rusak Proses Negosiasi

Pembebasan sandera jadi fokus utama 45 menit sambungan telepon Biden dan Netanyahu.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Sebuah keluarga Palestina di pantai saat matahari terbenam dekat kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza selatan, (11/2/2024).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Sebuah keluarga Palestina di pantai saat matahari terbenam dekat kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza selatan, (11/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Hamas memperingatkan serangan darat Israel ke Rafah akan membahayakan negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera dan tahanan. Sementara Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan serangan tersebut tidak boleh dilakukan tanpa rencana "kredibel" untuk melindungi warga sipil di kota itu.

Organisasi kemanusiaan dan pemerintah negara asing termasuk AS sudah menyuarakan kekhawatiran mengenai rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menggelar serangan ke Kota Rafah. Rafah yang terletak di perbatasan Palestina-Mesir merupakan tempat terakhir warga Gaza mengungsi untuk menghindari pengeboman Israel di Jalur Gaza yang kini sudah berlangsung selama empat bulan.

Baca Juga

"Setiap serangan yang dilakukan tentara penjajah di Kota Rafah akan merusak negosiasi pertukaran (sandera dan tahanan-red)," kata seorang pemimpin Hamas yang tidak bersedia disebutkan namanya, seperti dikutip Aljazirah, Ahad (11/2/2024).

Netanyahu memerintahkan tentaranya untu bersiap masuk ke Rafah yang menampung lebih dari satu juta pengungsi Gaza. Rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran dampak serangan terhadap pengungsi sipil.

Seorang pejabat senior pemerinta Biden mengatakan negosiator yang sedang mengupayakan kerangka kerja kesepakatan untuk membebaskan sisa sandera sudah membuat "kemajuan nyata" dalam beberapa pekan terakhir. Pejabat itu mengatakan kesepakatan pembebasan sandera menjadi fokus utama 45 menit sambungan telepon Biden dengan Netanyahu.

Meski ia mengatakan masih terdapat celah "signifikan" yang perlu ditutup. Gedung Putih mengatakan pada Netanyahu, Biden mengatakan serangan ke Gaza tidak boleh dilakukan tanpa rencana "kredibel" untuk memastikan "keselamatan" orang-orang yang mengungsi di Sana.

Kini Rafah dipadati sekitar 1,4 juta warga Palestina dan banyak dari mereka yang tinggal di tenda-tenda sementara makanan, air, dan obat-obatan semakin langka. Dalam wawancara di stasiun televisi ABC News, Netanyahu mengatakan operasi Rafah akan terus berlanjut hingga Hamas tersingkir. Ia menambahkan Israel akan memberikan "jalur yang aman" bagi warga sipil yang ingin pergi.

Ketika didesak tentang ke mana mereka bisa pergi. "Anda tahu, daerah-daerah yang telah kami bersihkan di utara Rafah, banyak daerah di sana. Tapi kami sedang menyusun rencana yang lebih rinci," jawab Netanyahu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement