REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon L.P Napitupulu kembali buka suara perihal proses merger yang sedang dilakukan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN atau BTN Syariah. Nixon mengungkapkan, sebenarnya, ada dua bank swasta yang menjadi incaran BTN Syariah dan pada pada akhirnya mengerucut kepada salah satu bank swasta yang diduga kuat adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Nixon mengungkapkan, pihaknya telah mengajukan letter of interest (LOI) kepada pemegang saham Bank Muamalat, yakni Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sejak Oktober 2023. Proses pengajuan LOI baru mendapatkan jawaban pada Januari 2024. Dari jawaban itu, BTN diberikan kesempatan untuk melakukan due diligence terhadap Bank Muamalat.
Saat ini, BTN juga telah menunjuk sekuritas, kantor akuntan publik (KAP), dan firma hukum terbesar di Indonesia untuk melakukan due dilligence. Diharapkan proses aksi korporasi ini akan rampung pada Oktober 2025.
"Kami harapkan due dilligence akan kelar di April, keputusannya pun akan diambil saat itu. Nantinya jika sudah memenuhi syarat kami diberi waktu dua tahun hitungannya dari November 2023 sampai Oktober 2025 BTN Syariah sudah menjadi Perseroan Terbatas (PT)," ujar Nixon pada Paparan Kinerja Keuangan BTN Tahun Buku 2023 di Jakarta, Senin (12/2/2024).
Lebih lanjut Nixon menjelaskan, aksi korporasi ini mau tidak mau harus dilakukan lantaran adanya persyaratan POJK nomor 12 tahun 2023 yang mewajibkan bank syariah harus spin off apabila jumlah asetnya telah mencapai Rp 50 triliun atau 50 persen dari total aset induk, dan harus diselesaikan selambat-lambatnya dua tahun.
“Kalau kami bikin bank baru, kami sudah hitung waktunya dua tahun tidak akan selesai, karena harus membuat bank baru, produk baru, aktivitas baru. Jadi kami memutuskan untuk mencari bank, menjadi vehicle,” kata dia.
"Kenaikan laba bersih ini ditopang oleh meningkatnya penyaluran pembiayaan BTN Syariah sebesar 17,4 persen menjadi Rp 37,1 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 31,6 triliun. Peningkatan signifikan juga terjadi pada dana pihak ketiga (DPK) BTN syariah yang tumbuh pesat sebesar 20,7 persen menjadi Rp 41,8 triliun pada tahun 2023, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 34,64 triliun," ujar Nixon.
Kinerja gemilang dari sisi penyaluran pembiayaan dan perolehan DPK tersebut, telah membuat posisi aset BTN syariah mengalami lonjakan sebesar 19,79 persen menjadi Rp 54,3 triliun pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 45,3 triliun.
“Kenaikan aset BTN Syariah yang sudah lebih dari Rp 50 triliun inilah yang membuat perseroan memiliki kewajiban untuk melakukan spin off BTN Syariah dan mendirikan BUS yang akan dilaksankan tahun ini,” tegasnya.