REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia baru saja mengalami bulan Januari terpanas yang pernah tercatat, menandai periode 12 bulan pertama di mana suhu rata-rata lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas masa pra-industri. Hal ini mengacu pada hasil analisis badan pemantau perubahan iklim Uni Eropa.
Tahun 2023 merupakan tahun terpanas di planet ini dalam catatan global sejak tahun 1850, karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan El Nino -pola cuaca yang menghangatkan permukaan air di Samudra Pasifik bagian timur- mendorong suhu menjadi lebih panas.
"Ini adalah tonggak sejarah yang signifikan untuk melihat suhu rata-rata global pada periode 12 bulan melebihi 1,5 derajat Celsius di atas suhu pra-industri, untuk pertama kalinya," kata Matt Patterson, fisikawan atmosfer di University of Oxford, dilansir Reuters, Senin (12/2/2024).
Januari terpanas sebelumnya terjadi pada tahun 2020, menurut catatan Copernicus Climate Change Service (C3S) yang berasal dari tahun 1950.
Berbagai negara sepakat dalam pembicaraan iklim PBB di Paris pada tahun 2015 untuk menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius, dan bertujuan untuk membatasinya hingga 1,5 derajat Celsius. Ini merupakan tingkat yang dianggap sangat penting untuk mencegah konsekuensi yang paling parah.
Periode 12 bulan pertama yang melebihi 1,5 derajat Celsius belum berarti bahwa target Paris telah terlewatkan, karena perjanjian PBB mengacu pada suhu global rata-rata selama beberapa dekade.
Namun, beberapa ilmuwan mengatakan bahwa target 1,5 derajat Celsius tidak lagi realistis untuk dicapai. Mereka juga mendesak pemerintah untuk bertindak lebih cepat dalam memangkas emisi gas rumah kaca untuk membatasi jumlah pelampauan target.
"Pengurangan emisi gas rumah kaca yang cepat adalah satu-satunya cara untuk menghentikan peningkatan suhu global," ujar wakil direktur C3S, Samantha Burgess.
Pada saat yang sama, kelesuan ekonomi dan tekanan politik menantang keinginan pemerintah untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat mengurangi gas rumah kaca, karena para politisi berjuang untuk terpilih kembali di tahun yang penting bagi pemilihan umum demokratis.
"Kita sedang menuju ke arah bencana jika kita tidak mengubah secara fundamental cara kita memproduksi dan mengkonsumsi energi dalam beberapa tahun ke depan. Kita tidak punya waktu lama," ujar Menteri Kebijakan Iklim Global Denmark, Dan Jorgensen.
Setiap bulan sejak Juni 2023 merupakan bulan terpanas di dunia, dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Para ilmuwan AS mengatakan bahwa tahun 2024 memiliki peluang satu banding tiga untuk menjadi lebih panas daripada tahun lalu, dan peluang 99 persen untuk masuk dalam lima tahun terpanas.
El Nino mulai melemah bulan lalu, dan para ilmuwan, telah mengindikasikan bahwa El Nino dapat bergeser ke La Nina yang lebih sejuk akhir tahun ini. Namun, rata-rata suhu permukaan laut global bulan lalu adalah yang tertinggi selama bulan Januari.
Meskipun di belahan bumi utara sedang mengalami musim dingin, di beberapa bagian Amerika Selatan yang mengalami musim panas di belahan bumi selatan, suhunya sangat panas. Argentina mengalami gelombang panas antara tanggal 21 dan 31 Januari, sementara ibu kota Chili, Santiago, mencatat suhu terpanas ketiganya dalam rekor pada tanggal 31 Januari, naik di atas 37 derajat Celsius.
Suhu panas di Chili bagian tengah menyebabkan kebakaran hutan yang menewaskan sedikitnya 131 orang pada awal Februari.