REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian besar yang dilakukan terhadap lebih dari 20 ribu orang mengungkap hubungan yang menarik antara depresi dan suhu tubuh. Berdasarkan hasil riset, orang yang depresi rata-rata memiliki suhu tubuh sedikit lebih tinggi dibanding yang tidak mengidapnya.
Dikutip dari laman IFL Science, Senin (12/2/2024), penelitian lanjutan sebenarnya perlu dilakukan. Namun, temuan itu meningkatkan kemungkinan memperkenalkan perawatan berbasis panas tubuh pada layanan kesehatan mental di masa depan. Hasil studi telah dipublikasikan di Scientific Reports.
Periode studi berlangsung selama tujuh bulan, dimulai pada awal 2020. Melibatkan relawan dari 106 negara, suhu tubuh peserta dilacak menggunakan cincin pintar Oura yang dapat dikenakan, yaitu pelacak kebugaran yang tersedia secara komersial.
Tujuan utama penelitian ini, yang disebut TemPredict, semula adalah untuk menilai apakah pelacakan suhu dapat menjadi cara yang berguna untuk mendeteksi dini Covid-19, yang hasilnya dilaporkan pada tahun 2022. Suhu tubuh peserta dicatat satu kali sehari.
Para peserta juga menyelesaikan survei bulanan yang mencakup kuesioner diagnostik tentang gejala depresi. Eksplorasi data menunjukkan bahwa orang yang memiliki tingkat keparahan gejala depresi yang lebih tinggi cenderung memiliki suhu tubuh yang lebih tinggi.