REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing menyebut, hasil exit poll pencoblosan di luar negeri Pilpres 2024, bisa mempengaruhi perilaku pemilih di Indonesia. Asalkan dirilis lembaga kredibel, sambung dia, hasil exit poll bisa merepresentasikan realita preferensi pemilih secara umum.
"Kredibel itu bukan berarti lembaga terkenal, tapi dia bisa dipercaya secara metode. Nah, saya melihat exit poll bisa saja dilakukan pihak-pihak lembaga luar negeri atau para mahasiswa Indonesia yang kuliah di kampus luar negeri. Artinya, hasil exit poll yang keluar sekarang pun belum bisa kita anggap tidak valid. Bisa saja itu valid," ucap Emrus di Jakarta dikutip Selasa (12/1/2023).
Exit poll merupakan survei yang dilakukan segera setelah para pemilih meninggalkan tempat pemungutan suara (TPS). Berbeda dengan di Indonesia yang akan menyelenggarakan pencoblosan secara serentak pada 14 Februari 2024, pencoblosan Pemilu 2024 untuk kaum diaspora digelar lebih awal.
Hasil exit poll Pilpres 2024 di luar negeri viral di media sosial, Sabtu (10/2) lalu. Hasil exit poll yang beredar itu salah satunya juga dirilis www.pemilumelbourne.com. Di situ, pasangan nomor urut 3 dilaporkan unggul sementara di beberapa negara.
Di Australia, misalnya, Ganjar-Mahfud dominan dengan raihan 56,7 persen suara, diikuti pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan perolehan 32,9 persen suara, dan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang meraup 10,4 persen suara.
Di Hongkong, Ganjar-Mahfud mendapatkan 54,2 persen, dipepet Prabowo-Gibran dengan 31,6 persen suara, dan Anies-Muhaimin dengan 14,2 persen suara. Pasangan Ganjar-Mahfud juga unggul di negara-negar Eropa selain Inggris, kawasan Amerika Selatan, Amerika Serikat, dan Timor Leste.
Emrus menerka hasil Pilpres 2024 yang sejauh ini memperlihatkan keunggulan Ganjar-Mahfud bukan tidak mungkin selaras dengan hasil pencoblosan 14 Februari 2024. Apalagi, jika para pemilih di luar negeri turut menyuarakan dukungan mereka di ruang-ruang publik dan di media sosial.
"Para pemilih di luar negeri memang lebih terbebas dari politik uang dan bansos. Mereka lebih kritis dan tanpa tekanan dalam menentukan pilihan. Biarpun berada di luar negeri, aspirasi mereka terhadap politik di dalam negeri luar biasa," ujar Emrus.