REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset dan think tank Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) menilai keberadaan wakaf memiliki kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
"Potensi (wakaf) Rp 180 triliun per tahun. Sedangkan akumulasinya baru sampai Rp 2,33 triliun," kata Pendiri WaCIDS Lisa Listiana dalam sebuah diskusi bertajuk "Alternatif Pembiayaan UMKM Berbasis Ekonomi Kerakyatan" yang dipantau di Jakarta, Selasa (13/2/2024).
Lisa mengatakan, ruang untuk menghimpun dana wakaf masih sangat besar di Indonesia. Apalagi wakaf bisa berfungsi sebagai salah satu alternatif pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Di Turki, imbuhnya, wakaf bisa membiayai berbagai fasilitas yang membuat negara tidak perlu mengalokasikan dana untuk kesehatan dan pendidikan. Konsep itu bisa diadopsi di Indonesia untuk mengatasi neraca anggaran yang defisit, agar negara tidak perlu mencari sumber pembiayaan dari utang yang berbunga.
"Kalau ada wakaf di situ yang menghadirkan fasilitasi-fasilitas publik yang hari ini dibiayai dari APBN, itu juga bisa mengurangi defisit anggaran, sehingga bisa mengurangi kebutuhan untuk pinjaman dan bayar bunga," kata Lisa.
Selain Turki, kata dia, ada juga Malaysia dan Mesir, serta banyak komunitas di dunia yang memanfaatkan dana wakaf untuk sumber pembiayaan pembangunan dan mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.
Berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia tentang Peta Jalan Wakaf Nasional Tahun 2024-2029, jumlah tanah wakaf di Indonesia saat ini mencapai 440.512 titik lokasi, 57.263 hektare, dan 57,42 persen telah bersertifikat tanah wakaf BPN (Badan Pertanahan Nasional).
Kegiatan pemanfaatan tanah wakaf dalam aspek ibadah sebanyak 43,51 persen atau 191 ribu titik lokasi untuk masjid; 27,90 persen atau setara 122.630 lokasi untuk mushala, dan 4,35 persen atau setara 19.135 lokasi untuk makam.
Sedangkan kegiatan pemanfaatan tanah wakaf dalam bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi produktif berupa sekolah sebanyak 10,77 persen atau setara 47.366 lokasi, pesantren 4,10 persen atau setara 18.018 lokasi, dan sosial-ekonomi sebanyak 9,37 persen atau setara 41.183 lokasi.
"Wakaf lebih direkomendasikan untuk disalurkan ke bisnis yang high demand, yang dibutuhkan banyak orang. Jadi sebenarnya ini sangat cocok juga kalau disalurkan ke sektor riil yang dibutuhkan oleh banyak orang," kata Lisa.
Integrasi pengelolaan wakaf pada sektor riil bisa untuk industri makanan dan minuman halal, industri pariwisata ramah Muslim, sektor pertanian, industri rumah sewa dan properti, sektor lingkungan, dan ekonomi hijau.
Adapun integrasi pengelolaan wakaf pada sektor keuangan syariah dalam bentuk sukuk, deposito, saham, reksadana, asuransi, hingga layanan urun dana syariah.
Dalam Islam, lanjutnya, wakaf tidak hanya berkaitan dengan hubungan antar-manusia dengan Tuhan, tetapi juga sebagai bentuk pendukung antara relasi manusia dengan manusia lainnya. Sebagai salah satu bentuk sedekah, menurutnya, wakaf mempunyai misi sosial yang memberikan dampak positif bagi masyarakat dan kalangan yang dituju karena secara prinsip harta wakaf ditujukan untuk memberikan kebaikan kepada masyarakat.