Rabu 14 Feb 2024 01:30 WIB

Dapat Hadiah Valentine, Bolehkah Umat Islam Menerimanya?

Ada yang merayakan Hari Valentine dengan memberikan bunga, cokelat, atau boneka.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Qommarria Rostanti
Hadiah Valentine (ilustrasi). Jika mendapat bingkisah Valentine berupa makanan, boleh dimakan asal Muslim tidak terlarut dalam suasana Valentine.
Foto: Dok Freepik.
Hadiah Valentine (ilustrasi). Jika mendapat bingkisah Valentine berupa makanan, boleh dimakan asal Muslim tidak terlarut dalam suasana Valentine.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian masyarakat mengenal tanggal 14 Februari dengan Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang. Ada orang-orang yang merayakan hari itu dengan memberikan hadiah seperti boneka, bunga, cokelat dan lain-lain. 

Seperti apa pandangan Islam terkait Hari Valentine? Mengenai perayaan Valentine secara umum, Pimpinan Ma'had Aly Zawiyah Jakarta, Ustadzah Badrah Uyuni menyebutkan sebuah hadist, yaitu: 

Baca Juga

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dia menjelaskan, menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal perayaan, penampilan, dan kebiasaan yang menjadi ciri khas mereka. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Alquran, as-sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma’). 

“Perayaan ini adalah acara ritual agama lain. Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta, asalnya adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka,” ujar Ustadzah Badrah saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/2/2024). 

Dia mengatakan, menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 3 Tahun 2017 diperingatkan bagi Muslim bahwa haram hukumnya merayakan Hari Valentine setiap tanggal 14 Februari. Hal tersebut merujuk pada tiga hal yakni karena Hari Valentine bukan termasuk dalam tradisi Islam, Hari Valentine dinilai menjerumuskan pemuda Muslim pada pergaulan bebas seperti seks sebelum menikah, dan Hari Valentine berpotensi membawa keburukan. 

Mendapat bingkisan Hari Valentine

Dalam video berjudul “Hukum Menerima Cokelat Valentine-Buya Yahya Menjawab” di saluran YouTube Al-Bahjah TV, ada yang menanyakan bagaimana jika kita mendapat bingkisan atau hadiah dari teman kita yang merayakan Valentine, misalnya cokelat atau sesuatu yang biasanya bernuansa warna merah muda di tanggal perayaan tersebut? Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya menjawab adapun sesuatu yang dihadiahkan di acara-acara semacam itu, barangnya bukan barang yang haram. Menurut dia, hadiah itu bisa saja dimakan.

“Akan tapi yang dikhawatirkan adalah karena Anda menikmati lalu 'kebawa',” kata Buya Yahya dalam video tersebut.

Buya Yahya memberi contoh lainnya, misalnya orang Islam diberi oleh orang Nasrani yang merayakan Hari Raya Natal sekalipun, misalnya permen, kue, pemberian tersebut halal kita makan. Itu bukan suatu yang haram. 

“Tapi kalau dalam pemberiannya itu dalam irama membesarkan, itu dosa, dosa niatnya tadi, ingin membesarkan syiar Valentine. Cuma barangnya adalah barang hadiah pemberian. Halal dimakan, boleh dimakan dan enggak ada masalah kalau dimakan asalkan hatimu kuat tidak ikut-ikutan esok hari,” ujarnya.

Selain itu, orang Islam yang diberi hadiah harus menampakkan tanda cinta. Karena sudah diberi hadiah, Buya Yahya menuturkan, maka nikmati makanan itu. 

“Tapi balasannya nanti apa? Nasihati dia agar tahun depan kalau ngasih cokelat tidak usah pakai Valentine-an,” kata Buya Yahya. 

“Jadi secara zat adalah halal dan diberikan dengan sukarela adalah halal, cuman haramnya adalah jika ada nilai pengagungan kepada syiar maka menjadi haram. Wallahualam bissawab," ujarnya lagi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement