REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemilihan pemimpin dalam Islam pertama kali dilakukan setelah Rasulullah SAW wafat, yakni pada masa Khulafaur Rasyidin. Pada masa itu, para sahabat bermusyawarah menentukan pengganti Rasulullah SAW. Kisah ini dicatat dalam lembaran emas sejarah Islam.
Tata cara pemilihan pemimpin di masa Islam pada era selanjutnta bervariasi tergantung pada periode sejarah dan konteks politiknya. Berikut adalah gambaran umum tentang proses pemilihan pemimpin pada beberapa periode penting dalam sejarah Islam:
1. Khulafaur Rasyidin
Pemimpin dalam periode Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) dipilih melalui proses musyawarah dan bai'ah (pengakuan). Biasanya, tokoh-tokoh terkemuka dari komunitas Muslim berkumpul untuk memilih pemimpin baru setelah meninggalnya pemimpin sebelumnya. Pemilihan tersebut didasarkan pada kualitas kepemimpinan, keadilan, dan keislaman.
Setelah Rasulullah wafat pada 8 Juni 632 Masehi, di lokasi bernama Saqifah Bani Saidah, para sahabat bermusyawarah menentukan pengganti Nabi. Masing-masing dari sahabat yang pada awalnya bersikukuh hendak mengangkat seorang pemimpin, akhirnya sadar bahwa jabatan hanya diberikan kepada yang berkompeten (Al-Kamil fi al-Tarikh, 2/191)
Berdirilah Abu Bakar mendekati Umar bin Khattab seraya berkata:
“Bentangkan tanganmu! Kami akan membaiatmu!” Dengan rendah hati Umar menjawab, “Engkau lebih utama dariku!”. Abu Bakar pun membalas dengan sangat meyakinkan, “Engkau lebih kuat dariku.” Akhirnya, Ayah Hafshah ini pun menimpali, “Kekuatanku (kupersembahkan) untukmu bersama keutamaanmu.” (al-Muntadham, 4/67)
Abu Ubaidah menyusul menimpali, “Wahai Abu Bakar! Tidak seorang pun setelah Rasulullah yang lebih unggul darimu. Engkaulah yang menemani Rasulullah di gua Hira, serta menggantikan beliau menjadi imam shalat (saat sakit). Maka, kaulah orang yang paling pantas mengemban urusan ini.” (Dr. Raghib As-Sirjani, Istikhlaf Abi Bakar As-Siddiq).
Tak menunggu waktu lama, dengan cepat Umar menjabat tangan Abu Bakar dan langsung membaiatnya. Jadilah Abu Bakar sebagai khalifah Islam pertama yang menggantikan Rasulullah. Setelah itu, kepimpinannya dilanjutkan Umar, Utsman, dan Ali.
2. Dinasti Umayyah
Bani Umayyah merupakan penguasa Islam yang telah mengubah sistem pemerintahan yang demokratis menjadi monarki, sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan. Kerajaan ini diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak sebagaimana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu khalafaur rasyidin.
Dinasti Umayyah lalu memperkenalkan sistem pewarisan kekuasaan, di mana pemimpin diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga Umayyah. Namun, legitimasi kekuasaan sering kali disertai dengan penegasan syariah dan dukungan dari elit politik dan militer.
3. Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Abbasiyah sebetulnya tidak banyak berbeda dari Dinasti Umayyah karena sejak awal Abbasiyah senantiasa berhadapan dengan berbagai pesaing politik, cenderung menyingkirkan para pesaingnya, dan juga berjasa dalam menaikkan dinasti baru ke takhta pemerintahan. Hal ini diikuti pula dengan usaha mengonsentrasikan kekuasaan di tangan khalifah.
Pemilihan pemimpin dalam dinasti Abbasiyah awalnya didasarkan pada perlawanan terhadap kekuasaan Umayyah dan klaim keturunan dari Ali. Setelah merebut kekuasaan, dinasti Abbasiyah mulai menerapkan sistem yang lebih formal, seperti penunjukan oleh khalifah sebelumnya atau dewan penasihat. Meskipun demikian, pemilihan sering kali melibatkan faktor-faktor politik, termasuk kekuatan militer dan dukungan elit.
3. Kekhalifahan Utsmani
Dalam Kekhalifahan Utsmani, pemilihan khalifah biasanya melibatkan proses penunjukan oleh khalifah sebelumnya dan pengakuan dari dewan tertinggi, yang terdiri dari ulama, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat. Pemilihan juga bisa dipengaruhi oleh kekuatan militer dan kepentingan politik.
Dalam struktur pemerintahan Turki Usmani, setiap pemimpin akan mendapatkan gelar Sultan dan Khalifah. Artinya, kekuasaan raja tidak hanya sebatas pada bidang pemerintahan semata melainkan juga agama dan aspek spiritual. Tidak hanya itu, pemimpin tertinggi Turki Usmani juga berperan sebagai pemimpin militer.
Dinasti Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Salim I (1512-1520) dan Suleiman I (1520-1566). Dimulai pada masa Khalifah Muhammad Al Fatih (1444-1446 dan 1451-1481), Kerajaan Usmani mengalami kemajuan pesat.
Sementara itu, di negara-negara dengan mayoritas populasi Muslim saat ini, proses pemilihan pemimpin bervariasi tergantung pada sistem politik yang ada. Beberapa negara mungkin mengadopsi sistem demokrasi dengan pemilihan umum, di mana warga negara memilih pemimpin mereka melalui pemilihan langsung atau perwakilan. Di negara lain, pemilihan pemimpin mungkin lebih terkait dengan monarki konstitusional atau sistem politik otoriter.
Dalam konteks modern, proses pemilihan pemimpin cenderung diatur oleh konstitusi dan undang-undang negara, meskipun dalam beberapa kasus faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial masih mempengaruhi hasil pemilihan.