REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pesta demokrasi Pemilihan umum (Pemilu) 2024 telah selesai diselenggarakan. Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), menimbau seluruh khatib jumat untuk menyiapkan materi-materi yang menyampaikan pesan-pesan ketenteraman, kedamaian, terkait siapa pun yang kelak akan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI.
Ketua Umum Persis, Jeje Zaenudin meminta masyarakat untuk menyerahkan perhitungan surat suara kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang. Terkait dengan perhitungan cepat atau Quick count yang sudah dikeluarkan oleh beberapa lembaga, Jeje berhadap hal itu tidak dijadikan sebagai landasan utama untuk menilai siapa yang menang dan kalah dalam Pilpres ini.
“Karena secara peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemilu, yang absah itu adalah yang secara resmi diputuskan oleh KPU, karena itu tidaklah sepatutnya masyarakat kemudian menjadi berpolemik, prokontra, apalagi sampai berselisih dan berkonflik, yang tidak produktif dalam menyikapinya. Sikapilah secara wajar,” terang Jeje kepada Republika, Kamis (15/2/2024).
Menyikapi secara wajar maksudnya, bagi mereka yang meyakini bahwa Quick count sebagai cerminan dari hasil pemilu, ya silahkah, dan bagi yang tidak mempercayainya ya silahkan juga. Karena memang secara peraturan per-UU pemilu, hasil Quick count tidak diakui sebagai penghitungan yang sah.
“Karenanya maka kami menghimbau seluruh kaum muslimin terutama para tokoh masyarakat, para alim ulama, para ustadz-ustadzah, khotib agar bisa menenangkan masyarakat, tidak terpancing kepada isu-isu yang membuat konflik di tengah masyarakat, tentu setelah pemilu ini selesai, apapun hasilnya, itu harus disikapi dengan secara wajar dan dewasa,” ujar Jeje.
Apabila dikemudian hari, ditemukan fakta-fakta kecurangan, ketidakadilan, penyelewengan, kekeliruan baik disengaja atau tidak sengaja, sambung Jeje, maka sudah seharusnya seluruh element yang berkepentingan dalam penyelenggarana ini ikut mengawal, mengawasi, dan menjaganya agar betul-betul hasil pemilu itu benar-benar adil, jujur, dan transparan.
“Untuk mengawalnya itu tentu bukan dengan cara pengerahan masa, atau dengan cara melakukan tindakan-tindakan anarki, tetapi dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta kecurangan itu, untuk diadukan dan diproses secara hukum sesuai dengan UU Pemilu. Dan semua pihak tentu berkewajiban untuk mengawasinya, mengawalnya dan menjaga hasil pemilu itu agar betul-betul sesuai dengan yang sebenarnya,” terang Jeje.
Dan ketika seluruh proses pemilu sampai penghitungannya, dan proses hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran dilakukan dengan sebanar-benarnya maka seluruh komponen masyarakat harus kembali lagi kepada kebersamaan, kepada kerukunan, kedamaian, kesatuan-persatuan yang merupakan pondasi daripada kekuatan dan kejayaan umat dan bangsa dimasa yang akan datang.
“Pemilu, hanyalah proses dari perjalanan politik bangsa menuju kemajuan, kejayaan, kemakmuran dan kesejahatraan seluruh bangsa Indonesia, yang bisa diawasi, di koreksi di kritisi sepanjang kepemimpinan itu untuk diperbaiki pada musim pemilu berikutnya. Maka jangan sampai dengan pemilu itu menjadikan perjalanan bangsa dan umat ini menjadi retak, apalagi menjadi perpecahan, (karena) tujuan terbesar kita adalah mewujudkan baldatun toyyibatun warobbun gofur, sedangkan proses suksesi kepemimpinan hanyalah tangga-tangga yang harus dilewati dalam setiap satu periode kepemimpinan. Semoga Allah swt memberikan yang terbaik bagi umat dan bangsa ini dalam mewujudkan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Jeje.