REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pihak berwenang Thailand memperingatkan bahwa tingkat polusi di Bangkok dan provinsi-provinsi di sekitarnya telah mencapai tingkat yang tidak sehat pada Kamis (15/2/2024). Pemerintah akhirnya menginstruksikan para pegawai negeri sipil di ibu kota untuk bekerja dari rumah selama dua hari ke depan, dan mendesak pegawai swasta pun melakukan hal yang sama.
Kabut asap tebal yang menyelimuti cakrawala Bangkok disebabkan oleh kombinasi dari pembakaran lahan pertanian, polusi industri dan lalu lintas yang padat.
“Pembakaran lahan pertanian merupakan penyebab utama di balik lonjakan polusi. Lalu sekitar seperempat dari polusi berasal dari kendaraan, sebuah faktor yang dapat kita kendalikan,” kata Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, dilansir Reuters, Kamis (15/2/2024).
Situs web pelacakan kualitas udara Swiss, IQAir, mengatakan tingkat partikel halus yang dapat dihirup di kota tersebut 15 kali lebih tinggi dari tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjadikannya kota paling tercemar ke-8 di dunia pada Kamis.
"Ini semakin memburuk karena terlalu banyak kabut asap. Mata saya terasa gatal karena ada banyak debu, dan sulit bernapas,” kata seorang pengemudi ojek, Kornpong Poprakun (57 tahun).
Dalam upaya untuk mengurangi polusi lalu lintas, Gubernur Bangkok Chadchart Sittipunt mengatakan kepada para staf di lembaga-lembaga pemerintahan untuk bekerja dari rumah dan mengatakan bahwa karyawan lain juga harus melakukan hal yang sama. Dia mengatakan, beberapa area di Bangkok memiliki tingkat polusi yang tinggi dan pihak berwenang siap untuk mengatasi situasi tersebut.
Pemerintah telah menawarkan subsidi kepada para petani untuk mencegah pembakaran di lahan pertanian, dan paket subsidi kendaraan listrik yang lebih murah. Sementara itu, para anggota parlemen Thailand sedang mempertimbangkan undang-undang udara bersih untuk transportasi, bisnis, dan pertanian guna mengurangi polusi dalam skala yang lebih luas.
“Pemerintah harus mempertimbangkan untuk membatasi kendaraan berbahan bakar fosil di ibu kota untuk membatasi polusi dalam jangka panjang, dan menambahkan bahwa kebijakan kendaraan listrik di Thailand juga menjadi kunci,” jelas Srettha.