REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Gaza membutuhkan Marshall Plan atau program ekonomi berskala besar setelah perang usai. Badan perdagangan dan pembangunan PBB, UNCTAD menyatakan kehancuran di Gaza akibat serangan militer Israel sangat besar.
Direktur UNCTAD Richard Kozul-Wright di sela sebuah pertemuan PBB di Jenewa, Swiss, Kamis (15/2/2024) menyatakan, kehancuran akibat serangan Israel kali ini empat kali lebih besar dibandingkan tujuh pekan perang yang berlangsung pada 2014.
UNCTAD memperkirakan dibutuhkan 20 miliar dolar AS atau setara Rp 300 triliun dengan kurs Rp 15 ribu per dolar AS. ‘’Kita bicara soal biaya rekonstruksi sekitar 20 miliar dolar AS jika perang berhenti sekarang juga,’’ kata Kozul-Wright.
Munculnya estimasi biaya rekonstruksi sebesar itu, ungkap Kozul-Wright, didasarkan pada citra satelit dan informasi lainnya yang menggambarkan betapa besarnya kerusakan di Gaza. Perkiraan yang lebih presisi bisa dibuat dengan mengerahkan sejumlah peneliti masuk ke Gaza dan menilai kehancuran yang terjadi di sana.
Menurut dia, pelaksanaan rekonstruksi di Gaza membutuhkan Marshall Plan baru. Ini merujuk pada rencana yang pernah dibuat AS untuk pemulihan ekonomi Eropa setelah Perang Dunia II. Dengan demikian membutuhkan sumber daya yang besar.
Dalam laporannya bulan lalu, UNCTAD mengungkapkan, butuh bertahun-tahun untuk memulihkan perekonomian di Gaza seperti sebelum terjadinya perang. Semakin cepat perang usai maka pemulihan bisa semakin cepat dicapai.
Dampak ekonomi perang Gaza....