Jumat 16 Feb 2024 15:18 WIB

Sindir Jokowi, Hasto: Terlalu Berbahaya Jika Bertumpu Kekuatan Orang Tertentu

Sekjen PDIP Hasto menyindir Jokowi dengan sebut berbahaya bertumpu dengan satu orang.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Sekjen PDIP Hasto menyindir Jokowi dengan sebut berbahaya bertumpu dengan satu orang.
Foto: Republiik/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Sekjen PDIP Hasto menyindir Jokowi dengan sebut berbahaya bertumpu dengan satu orang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengatakan bahwa Indonesia tidak dibangun oleh kekuatan orang per orang, tetapi dari kekuatan kolektif yang membuat bangsa ini bisa menjadi kuat.

Hal tersebut juga merupakan sindirannya terhadap keunggulan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam berbagai hasil hitung cepat atau quick count. Banyak pandangan yang menyebut itu merupakan andil dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga

"Jadi kita ini membangun people effect, kekuatan kolektif. Indonesia sejak dulu tidak dibangun oleh kekuatan orang per orang. Terlalu berbahaya kalau republik ini bertumpu pada kekuatan orang per orang," ujar Hasto di Gedung High End, Jakarta, Kamis (15/2/2024).

"Sehingga yang ada adalah suatu penggunaan dari instrumen-instrumen negara, dari hulu ke hilir," sambungnya.

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud sendiri menggelar rapat dalam mengevaluasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Salah satunya adalah mengambil kesimpulan bahwa hasil hitung cepat atau quick count bukanlah keputusan pemenangan kontestasi nasional tersebut.

"Sehingga seluruh saksi-saksi dari paslon 03 terus mengawal proses rekapitulasi itu, karena suara rakyat adalah suara Tuhan," ujar Hasto.

Kedua, rapat evaluasi tersebut juga membahas indikasi-indikasi kecurangan Pilpres 2024. Khususnya terkait adanya rekayasa yang dilakukan secara sistematis, yang sebelumnya sudah disuarakan oleh banyak elemen masyarakat.

Ketiga, TPN Ganjar-Mahfud juga melakukan kajian para pejabat negara yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di mana hal tersebut diawali dengan adanya rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kemudian di tengahnya itu berbagai bentuk intimidasi, penggunaan aparatur negara, kemudian politik anggaran yang secara nyata itu dipraktekkan untuk mendukung pasangan 02," ujar Hasto.

"Berbagai anomali pemilu itu telah menyentuh aspek legitimasi dari pemilu tersebut. Nah karena itulah kemudian yang keempat dibentuk tim khusus untuk melakukan suatu audit forensik," sambungnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement