Sabtu 17 Feb 2024 09:16 WIB

Putusan PHPU di MK Dikhawatirkan tak Sah, Apa Sebabnya?

Harjo menilai pengangkatan Suhartoyo langgar Peraturan MK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) menyerahkan kalung Hakim MK dari Hakim MK Wahiduddin Adams (kedua kiri) kepada Hakim MK yang baru Arsul Sani (kiri) saat pisah sambut Hakim MK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (18/1/2024). Mahkamah Konstitusi menggelar Wisuda Purnabakti Wahiduddin Adams dan Manahan MP Sitompul serta menyambut Hakim Konstitusi yang baru Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) menyerahkan kalung Hakim MK dari Hakim MK Wahiduddin Adams (kedua kiri) kepada Hakim MK yang baru Arsul Sani (kiri) saat pisah sambut Hakim MK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (18/1/2024). Mahkamah Konstitusi menggelar Wisuda Purnabakti Wahiduddin Adams dan Manahan MP Sitompul serta menyambut Hakim Konstitusi yang baru Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan advokat yang menamai diri mereka, Amicus Constituere menilai penyelesaian sengketa pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi tidak sah. Hal ini lantaran pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK) cacat formil menurut Amicus Constituere. 

MK merupakan lembaga yang berwenang mengadili PHPU, termasuk untuk penyelenggaraan Pemilu 2024. "Ya secara gamblang ya saya mengatakan tidak (sah) kalau proses pemilihan ketuanya ini cara berpikirnya begini," kata Koordinator Amicus Constituere Harjo Winoto dalam konferensi pers pada Jumat (16/2/2024).

Baca Juga

"Kalau sebuah pohon dari akarnya sudah busuk atau rusak atau bermasalah, maka buah-buahnya juga akan bermasalah," lanjut Harjo.

Harjo mengatakan secara teori dan teknis putusan yang ditandatangani Suhartoyo dengan jabatan Ketua MK akan menjadi tidak sah. "Saya sebagai ahli hukum akan mengatakan Anda bukan ketua MK sekarang, cacat formil," ucap Harjo. 

Harjo mengatakan MK mempunyai peran yang sangat penting dalam menyelesaikan sidang perkara hasil pemilihan umum (PHPU). Oleh karena itu, Harjo meyakini persoalan formil pengangkatan ketua MK perlu dibenahi terlebih dahulu sesuai aturan yang benar dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) 6/2023.

"Jadi kalau mereka memang mau MK sebagai satu lembaga mengusut ini sampai tuntas, sebaiknya ini dibereskan sebelum ada sengketa pemilu yang masuk," ujar Harjo.

Selain itu, Harjo menilai posisi Ketua MK saat ini diduga dijabat lewat mekanisme yang melanggar hukum. Harjo menjelaskan Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi (SKMK) pengangkatan Anwar Usman sebagai Ketua MK belum dicabut ketika Suhartoyo dipilih sebagai Ketua MK. 

"SKMK pengangkatan Suhartoyo ditandatangani Saldi Isra dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua MK atas nama Ketua MK," ujat Harjo.

Harjo menduga proses pengangkatan Suhartoyo melanggar Peraturan MK (PMK) Nomor 6/2023, yang diantaranya tidak terdapat Berita Acara Rapat Pleno, tidak ada musyawarah mufakat, dan tidak dipilih melalui mahkamah pemilihan Ketua MK. "Berhentikan Anwar Usman, terbitkan suratnya, buat mahkamah untuk pilih ketua baru. Siapapun nanti yang terpilih jadi nanti tidak cacat hukum," ucap Harjo. 

"Pemecatan Anwar Usman enggak punya dasar hukum. Prosedur pemecatan harus pembentukkan mahkamah. Kalau saya mau berhentikan Anwar Usman, prosedurnya apa untuk angkat ketua baru? Bentuk mahkamahnya supaya tidak langgar aturan MK sendiri," ujar Harjo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement