REPUBLIKA.CO.ID, TRENGGALEK — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU) di dua tempat pemungutan suara (TPS). PSU diusulkan karena jajaran Bawaslu menemukan pelanggaran saat hari pemungutan suara, Rabu (14/2/2024).
“PSU harus digelar di dua TPS yang kami catat pelanggarannya,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Trenggalek Rusman Nuryadin.
Salah satunya TPS 05 di Desa Wonoanti. Menurut Rusman, di TPS tersebut ada orang yang mencoblos pada malam hari atau saat tahapan penghitungan suara. Awalnya, kata dia, ada seorang pemilih yang tidak diperkenankan menyalurkan hak suaranya, padahal saat itu masih sekitar pukul 12.15 WIB.
Di saat bersamaan, sebagian anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) beserta saksi dan pengawas TPS tengah melakukan pelayanan “jemput bola”. Petugas mendatangi pemilih yang sakit atau warga lanjut usia (lansia) agar mereka bisa menyalurkan hak pilihnya.
Sementara itu, Rusman mengatakan, KPPS dan saksi yang ada di TPS sepakat bahwa seorang pemilih yang datang pada siang hari itu tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. Namun, kata dia, ternyata orang itu mencoblos pada malam hari setelah Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat desa dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tingkat kecamatan berkonsultasi dengan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Trenggalek.
“Orang tersebut diperbolehkan untuk mencoblos pada pukul 21.30 WIB, saat penghitungan suara sudah dimulai,” kata Rusman.
Menurut Rusman, hal itu melanggar asas rahasia pemilu atau ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 maupun Peraturan Bawaslu Nomor 1 Tahun 2024. Karenanya, Bawaslu merekomendasikan PSU di TPS 05 Desa Wonoanti itu.
Pemilih dari luar daerah
Bawaslu juga merekomendasikan PSU di TPS 17 Kelurahan Sumbergedong, Kecamatan Trenggalek. Menurut Rusman, di TPS tersebut didapati ada empat warga Sulawesi Selatan yang menggunakan hak pilihnya, padahal tidak mengurus pindah tempat pencoblosan.
Warga dari luar daerah itu juga mendapatkan surat suara lengkap, baik untuk pemilu presiden-wakil presiden, DPR, DPRD provinsi, DPRD Trenggalek, dan DPD. “Padahal mereka tidak mengurus pindah pilih dan tidak membawa formulir A pindah memilih. Mungkin karena KPPS bingung, akhirnya dimasukkan di DPK (Daftar Pemilih Khusus), padahal bukan KTP (Kartu Tanda Penduduk) Trenggalek,” kata Rusman.