REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Organisasi hak asasi manusia OVD-Info melaporkan polisi Rusia menahan lebih dari 400 orang yang memberikan penghormatan kepada pemimpin oposisi Alexei Navalny, yang meninggal di sebuah penjara terpencil di Kutub Utara. Kematian mendadak Navalny, 47 tahun, merupakan pukulan telak bagi banyak orang Rusia.
Pasalnya banyak yang menggantungkan harapan masa depan mereka pada musuh bebuyutan Presiden Vladimir Putin itu. Navalny tetap vokal terhadap Kremlin, bahkan setelah selamat dari serangan racun saraf dan menerima hukuman penjara.
Berita kematiannya bergema di seluruh dunia, dan ratusan orang di puluhan kota di Rusia mendatangi tugu peringatan dan monumen untuk para korban penindasan politik. Mereka membawa bunga dan lilin pada Jumat (16/2/2024) dan Sabtu (17/2/2024) sebagai penghormatan terakhir kepada Navalny.
Pada Ahad (18/2/2024) OVD-Info melaporkan polisi menangkap lebih dari 401 kota di lebih dari selusin kota pada Sabtu malam. OVD-Info melacak penangkapan bermotif politik dan memberikan bantuan hukum pada tahanan politik.
Organisasi itu mengatakan kebih dari 200 penangkapan dilakukan di Saint Peterburg, kota terbesar kedua di Rusia. Di antara mereka yang ditahan adalah Grigory Mikhnov-Voitenko, seorang imam Gereja Ortodoks Apostolik, kelompok agama yang independen dari Gereja Ortodoks Rusia.
Di media sosial, Mikhnov-Voitenko mengumumkan akan mengadakan upacara peringatan untuk Navalny dan ia ditangkap pada Sabtu pagi di luar rumahnya. OVD-Info melaporkan Mikhnov-Voitenko didakwa mengorganisir unjuk rasa dan ditempatkan di sel tahanan di kantor polisi, tetapi kemudian dirawat di rumah sakit karena strok. .
Pejabat pengadilan di Saint Peterburgs mengatakan pengadilan memerintahkan 42 orang yang ditahan pada Jumat untuk menjalani hukuman satu hingga enam hari di penjara, sementara sembilan orang lainnya didenda.
OVD-Info melaporkan di Moskow setidaknya enam orang diperintahkan untuk menjalani hukuman 15 hari penjara. Satu orang juga dipenjara di kota selatan Krasnodar dan dua orang lainnya di kota Bryansk. Berita kematian Navalny terjadi sebulan sebelum pemilihan presiden di Rusia yang secara luas diperkirakan akan memberikan Presiden Vladimir Putin enam tahun lagi untuk berkuasa.
Pertanyaan mengenai penyebab kematiannya masih belum terjawab pada Ahad, dan masih belum jelas kapan pihak berwenang akan menyerahkan jasadnya kepada keluarganya. Tim Navalny mengatakan politisi itu "dibunuh" dan menuduh pihak berwenang sengaja mengulur-ulur waktu untuk melepaskan jenazahnya.
Ibu dan pengacara Navalny mendapatkan informasi yang bertentangan dari berbagai institusi yang mereka datangi untuk mengambil jenazahnya. "Mereka membuat kami berputar-putar dan menutupi jejak mereka," kata juru bicara Navalny, Kira Yarmysh.