Senin 19 Feb 2024 09:36 WIB

Sosok Penguasa yang Minta Doa Seorang Hamba Sahaya

Umar malah mencari orang biasa tidak terkenal, bahkan terkesan hilang dari perkiraan warga sekitarnya.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Partner
.

Suasana di sekitar Kakbah di Masjidil Haram, Makkah. (Foto: Mursalin Yasland)
Suasana di sekitar Kakbah di Masjidil Haram, Makkah. (Foto: Mursalin Yasland)

SumatraLink.id -- Sangat jarang bila ada seorang pemimpin, penguasa, atau orang tersohor di dunia ini yang meminta sesuatu dari seorang hamba yang tidak dikenal. Dari strata sosial saja sudah berbeda dengan rakyat yang dipimpinnya. Tapi tidak dengan khalifah Umar bin Khatab rodhyallahuanhu (ra), seorang pemimpin yang dijamin masuk surga.

Lalau tiba-tiba, Umar bin Khotob ra mencari Uwais al-Qorni, seorang hamba dan rakyat yang sama sekali tidak dikenal penduduk bumi. Umar menunggu orang yang bernama Uwais al-Qorni di seputaran Makkah setiap musim haji tiba. Ia tidak putus asa, dan tetap berharap segera bertemu dengan Uwais al-Qorni.

Mengapa Umar rela menungguinya? Siapa Uwais al-Qorni? Rasul sholallahu ‘alaihi wassalam (SAW) mengabarkan, ada seorang pemuda yang berbakti kepada ibunya, ia dikenal penduduk langit, tapi tidak dikenal penduduk dunia. Doanya mustajab dan makbul. Dia adalah Uwais al-Qorni. Nabi memerintahkan sahabatnya Abubakar ra dan Umar ra untuk menemui Uwais al-Qorni, memintakan doanya.

Siapa yang tidak kenal Abubakar dan Umar? Kedua sahabat Nabi SAW ini memilki keutamaan yang tiada bandingnya. Umar apalagi. Saking tegasnya tindakan beliau, setan atau jin saja takut kepadanya. Ia pun ditakuti kaumnya dan lawannya kala itu. Sahabat Umar ini memang perisai bagi perjuangan dakwah Rasul SAW.

Uwais adalah warga biasa-biasa saja. Ia tidak terkenal, apalagi misalnya memegang jabatan di pemerintahan atau seorang mudir di pondok pesantren. Bahkan penduduk di lingkungan sekitarnya saja tak menganggapnya. Ada dan tidak adanya Uwais tak berarti bagi penduduk kampungnya.

Uwais tak luput berbakti kepada ibunya yang masih hidup dan tidak sanggup lagi berjalan. Penyakit yang ada ditubuhnya, tak menghalanginya untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Ia terus berdoa, dan terus berdoa kepada Allah, agar penyakitnya hilang. Allah mengabulkan doanya yang telah berbilang tahun. Hanya tersisa lingkaran kecil seperti koin penyakit kulit di tubuh Uwais, untuk pengingat penyakitnya.

Baca juga: Cara Allah Mengabulkan Doa-doa Kita

Kalaulah Rasul SAW menyatakan temuilah Uwais al-Qorni, mintakan doa kepadanya, maka Abubakar apalagi Umar tak menyia-nyiakan perintah itu. Berarti hal tersebut sangat teristimewah bagi makhluk Allah yang namanya Uwais al-Qorni. Padahal, Nabi belum bertemu dengannya. Begitu juga Uwais tidak kesampaian ingin bertemu dengan Nabinya, lantaran jauhnya jarak Yaman – Makkah (sekira 590 km).


Suasana di pelataran Masjidil Haram, Makkah. (Foto: Mursalin Yasland)
Suasana di pelataran Masjidil Haram, Makkah. (Foto: Mursalin Yasland)

Tibalah musim haji berikutnya. Rombongan jamaah haji dari suku Qorn (Negeri Yaman) memasuki kota Makkah. Umar yang setiap tahun menunggu rombongan tersebut. Amirul mukminin (pemimpin umat) itu bertanya kepada jamaah haji tersebut.

“Apakah ada dari rombongan antum bernama Uwais al-Qorni?” tanya Umar.

Beberapa rombongan ditanyai Umar, tapi jawabnya: tidak ada. Pada rombongan jamaah berikutnya, juga tidak ada. Hingga beberapa kali musim haji tiba, ada seorang yang mengatakan,

“Apakah Uwais yang Anda maksudkan ini,” tunjuk seorang jamaah kepada Uwais yang berada di belakang rombongan haji.

“Dia adalah pelayan kami, dia biasa membantu kami,” tutur jamaah lainnya menyebut perihal jati diri Uwais.

Bak pungguk merindukan bulan, hati Umar berbunga-bunga, bahagia. Orang yang dicari-cari bertahun-tahun, orang yang disebut-sebut Nabi Muhammad SAW akhirnya ketemu dan sudah berada di depannya.

Dipeluknya Uwais al-Qorni dengan tetesan air mata dan penuh kasih sayang. Uwais pun tak menyangka seorang amirul mukminin memeluknya, sedangkan ia seorang hamba biasa dan tak berpunya. Hidup hanya berdua bersama ibunya di lingkungan yang tidak peduli dengan nasibnya.

“Mintakan ampun kepada Allah untukku ya Uwais?” pinta Umar bin Khotob kepada Uwais berkali-kali.

Kali ini Umar bertawasul dengan Uwais, seorang hamba yang doanya mustajab dan makbul, langit pun bergetar, dan tiada penghalang ia dengan kholiqnya.

“Bukankah engkau amirul mukminin (pemimpin) ya Umar ibnu Khotob? Tentu engkau lebih berhak berdoa,” jawab Uwais.

Baca juga: Banyak Masalah? Jangan Melupakan Doa

“Tidak, tidak. Aku mintakan engkau yang berdoa kepada Allah, agar Allah ampuni aku, ampuni aku.”

Akhirnya, Uwais mendoakan agar Umar diampuni dosa-dosanya dan diterima amal ibadahnya. Umar pun lega, setelah sekian lama menanti.


Uwais, seorang hamba biasa tak terkenal di penduduk bumi, tapi terkenal di penduduk langit telah mendoakannya agar ia minta kepadanya Allah mengampuni dosa-dosanya. Begitulah seorang pemimpin yang adil ketika meminta seorang warga biasa bahkan sama sekali tidak dikenal di lingkungannya, untuk mendoakannya.

Umar tidak mencari orang-orang yang berpengaruh dan banyak pengikutnya untuk sekedar memintakan doanya. Umar tidak mencari orang “pintar”, orang terkenal, orang yang punya kharismatik, dan punya segala-galanya. Umar malah mencari orang biasa dan tidak terkenal, bahkan terkesan hilang dari perkiraan warga sekitarnya.

Kala itu, Umar mencari Uwais tidak sedang dalam rangka rencana niat dan hajatnya di dunia. Doa yang dimintakan Umar pun tak muluk-muluk. Ia bertawasul kepada Uwais minta Allah ampuni dosa-dosanya. Itu sudah membuat Umar bergembira dan lega hatinya.

Umar tidak minta ini dan itu, apalagi minta dilanggengkan kepemimpinannya, minta materi dan jabatan. Umar hanya minta diampuni dosa-dosanya. Titik.

Baca juga: Doa Fudhail bin Iyadh untuk Pemimpin

Padahal, kurang apalah perjuangan sahabat Nabi SAW dalam berdakwah dan mempertahankan agama Islam ini, dibandingkan dengan hamba sahaya Uwais al-Qorni, warga biasa tak dikenal di bumi dan (sebelumnya) berpenyakitan tadi.

Keikhlasan Umar dan keikhlasan Uwais menyatu diantara dua makhluk Allah tersebut dalam simpul doanya. Doa yang tidak bibuat-buat apalagi direkayasa dan diakal-akali.

Kita bisa menipu manusia, tapi kita tidak bisa menipu Allah. Tipu musihat akan ditampakkan. Makar (rencana) Allah lebih hebat dari makar manusia. Allah Maha Tahu apa yang diperbuat hamba-Nya. Allahu’alam bishawab. (Mursalin Yasland)

sumber : https://sumatralink.id/posts/288778/sosok-penguasa-yang-minta-doa-seorang-hamba-sahaya
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement