Selasa 20 Feb 2024 02:43 WIB

Menkes Dorong Kolaborasi dalam Edukasi Deteksi Dini Kanker

Perlu ada strategi nasional penanganan kanker yang dapat meningkatkan diagnosis.

Red: Setyanavidita livicansera
Menkes Budi Gunadi Sadikin usai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Foto: Republika/ Dessy Suciati Saputri
Menkes Budi Gunadi Sadikin usai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya peran organisasi dalam mengedukasi masyarakat tentang deteksi dini kanker. Menurut Budi, strategi penanganan kanker harus bertumpu pada penguatan upaya deteksi lebih dini agar perawatannya lebih murah dengan hasil lebih baik.

“Selain itu, saya juga ingin menekankan pentingnya kerja sama dalam penanganan kanker. Oleh sebab itu, saya sangat menghargai dan mendukung upaya POI untuk menginisiasi dialog untuk penguatan kerja sama tim dalam penatalaksanaan kanker agar kita bisa memberikan perawatan terbaik untuk pasien,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, (19/2/2024).

Baca Juga

Hal itu disampaikan Menkes pada “Close the Cancer Care Gap; Delayed Diagnosis and Treatment in the National Cancer Management” yang diselenggarakan Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) sebagai rangkaian dari peringatan World Cancer Day 2024, di Jakarta, Ahad (18/2/2024).

Dalam pernyataan yang sama, Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Dr dr Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM, FINASIM menjelaskan, berbagai laporan menunjukkan bahwa pada umumnya pasien kanker di Indonesia terdiagnosis pada stadium lanjut. Menurut dia, keterlambatan diagnosis disebabkan oleh multifaktor yang bisa berasal dari pasien serta sistem pelayanan kanker.

Selain itu, kata dia, kurangnya pemahaman masyarakat tentang kanker, gejala-gejalanya yang kadang tidak khas. Termasuk, masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melakukan tindakan deteksi dini seperti Sadari untuk kanker payudara, berkontribusi pada keterlambatan diagnosis.

Dia mengatakan bahwa perkembangan teknologi dan tata laksana kanker telah memberikan peluang kesembuhan bagi pasien kanker. "Sayangnya, sebagian besar pasien kanker di Indonesia masih belum bisa mendapatkan manfaat kemajuan tersebut secara optimal. Penegakan diagnosis masih sering terlambat, begitu juga dengan terapi," ujar Cosphiadi.

Oleh karena itu, kata dia, perlu ada strategi nasional penanganan kanker yang dapat meningkatkan diagnosis serta akses terhadap terapi tepat waktu, sehingga hasil penatalaksanaan kanker lebih optimal dan angka kematian akibat kanker dapat ditekan. Dalam kesempatan itu, dia mengapresiasi upaya pemerintah dalam peningkatan akses terhadap terapi kanker di BPJS Kesehatan.

"Meskipun demikian, upaya bersama harus terus dilakukan agar terapi kanker yang sesuai standar tatalaksana bisa dijamin di BPJS Kesehatan dan diakses pasien tepat waktu," kata dia. Laporan yang dikeluarkan oleh Global Burden Cancer (GLOBOCAN) 2022, memperkirakan di dunia terdapat 19,9 juta kasus baru dengan angka kematian 9,7 juta. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 408.661 kasus baru dan 242.988 kematian akibat kanker.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement