Senin 19 Feb 2024 18:45 WIB

Kuasa Hukum Aiman: Penyitaan HP dan Akun Medsos Cacat Hukum

Surat penyitaan dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum berlaku.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan Polri tidak netral pemilihan umum (Pemilu) 2024, Jumat (26/1/2024).
Foto: Republika/Ali Mansur
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan Polri tidak netral pemilihan umum (Pemilu) 2024, Jumat (26/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sangun Ragahdo Yosodiningrat, salah satu kuasa hukum Aiman Witjaksono menegaskan bahwa penyitaan terhadap handphone atau telepon genggam, media sosial, dan email oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya cacat hukum formil. Karena surat penyitaan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjadi dasar penyitaan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Penyitaan itu ditandatangani oleh Wakil Ketua PN Jaksel, bukan Ketuanya. Sehingga kita melihat ini cacat formil dasar penetapan sita yang digunakan penyidik dalam melakukan sita," tegas Sangun Ragahdo Yosodiningrat kepada awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (19/2/2024).

Baca Juga

Dalam persidangan, Sangun mengatakan pada 26 Januari 2024 kliennya telah dipanggil untuk dimintakan keterangan sebagai saksi di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Kemudian, di waktu yang sama juga telah dilaksanakan penyitaan barang bukti oleh penyidik berdasarkan penetapan penyitaan nomor: 3/Pen.Sit/ 2024/Pn.Jkt.Sel, tertanggal 24 Januari 2024. Sementara surat penetapan penyitaan yang ditanda-tangani oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bukan ketuanya. 

Sehingga, lanjut Sangun, tindakan itu melanggar ketentuan dalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan, Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Kemudian dalam surat itu juga tidak menyebutkan kedudukan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pelaksana tugas atau penjabat sementara. Karena itu surat izin penyitaan tersebut cacat formil dan batal demi hukum.

Tidak hanya itu, Sangun juga menjelaskan bahwa penyitaan yang diberikan kepada penyidik sangat jelas hanya diberikan satu barang bukti untuk dilakukan penyitaan yaitu satu unit handphone. Namun justru penyidik melakukan penyitaan di luar yang diizinkan oleh pengadilan, yakni dengan melakukan penyitaan lebih dari satu barang bukti. Penyidik disebutnya telah menyita satu unit handphone, satu SIM card, satu akun Instagram dan satu akun email milik kliennya.

Bahkan, penyidik tidak hanya melakukan penyitaan tapi pihak kepolisian juga telah mengakses, menguasai, dan mengubah password akun Instagram, email, dan WhatsApp milik Aiman tanpa hak dan melawan hukum. Padahal dalam izin penyitaan tidak memberikan izin dan hak kepada penyidik untuk menguasai mengakses, mengganti password akun instagram, email dan WhatsApp milik Aiman yang disitanya.  

“Apa yang diubah penyidik sudah kita sampaikan dalam permohonan tadi, yang diubah itu ada dua, mulai dari akun Instagram dan email," ucap Sangun. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement