REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel meningkatkan tekanan terhadap perundingan yang berbelit-belit untuk mendapatkan kesepakatan yang sulit dicapai. Ini terjadi saat situasi di kota Rafah menjadi tegang ketika ingin memasuki bulan Ramadhan.
Para pemimpin Arab sudah sangat cemas dengan dimulainya bulan suci Ramadhan. "Ramadhan sudah di depan mata dan jika situasi di Rafah berkembang, ini akan menjadi waktu yang sangat-sangat berbahaya di wilayah ini," ujar Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani memperingatkan pada Konferensi Keamanan tahunan di Munich, Selasa (20/02/2024).
Kekhawatiran yang nyata dari seorang pemimpin Arab yang terlibat langsung dalam negosiasi yang berlarut-larut untuk menukar sandera Israel dengan tahanan Palestina, dan mencapai gencatan senjata dalam perang yang memilukan ini, sedang digaungkan dengan kuat oleh para pejabat Arab lainnya. Kekhawatiran utama mereka adalah situasi yang sangat mudah terbakar di Tepi Barat yang diduduki, di mana ketegangan dan kekerasan terus meningkat.
"Tepi Barat adalah tong mesiu yang menunggu untuk meledak dan, jika meledak, maka semuanya akan berakhir," tegas Menteri Luar Negeri Yordania dan Wakil Perdana Menteri Ayman Safadi dalam sebuah wawancara dengan BBC di Munchen.
Di tengah-tengah pernyataan Israel bahwa mereka harus mengirimkan pasukannya ke Rafah untuk menyelesaikan operasi "menghancurkan Hamas", Mesir telah memperkuat pertahanan di sepanjang perbatasannya, termasuk pembangunan tembok pembatas. Gambar satelit yang menunjukkan area seluas sekitar delapan mil persegi yang dipagari tembok setinggi 7 meter telah memicu spekulasi bahwa Kairo sedang mempersiapkan skenario terburuk-bahwa ribuan orang Palestina tidak akan memiliki tempat lain untuk berlindung kecuali di seberang perbatasan.