Selasa 20 Feb 2024 21:22 WIB

Kemenko Marves Soroti Ketergantungan Indonesia Atas Impor LPG

Strategi transisi energi akan mendorong pemanfaatan empat pilar teknologi.

Red: Lida Puspaningtyas
Pekerja mengangkut tabung gas LPG 3 kg di Jakarta, Rabu (3/1/2024). Mulai 1 Januari 2024, Pemerintah mewajibkan pendaftaran bagi konsumen yang akan membeli Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidi tabung 3 kilogram (kg) dengan menunjukkan KTP atau kartu keluarga (KK) di penyalur atau pangkalan resmi Pertamina agar pendataan pemberian subsidi tepat sasaran.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja mengangkut tabung gas LPG 3 kg di Jakarta, Rabu (3/1/2024). Mulai 1 Januari 2024, Pemerintah mewajibkan pendaftaran bagi konsumen yang akan membeli Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidi tabung 3 kilogram (kg) dengan menunjukkan KTP atau kartu keluarga (KK) di penyalur atau pangkalan resmi Pertamina agar pendataan pemberian subsidi tepat sasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) menyoroti tingginya ketergantungan sumber energi Indonesia terhadap impor refined oil dan LPG.

“Ketergantungan Indonesia terhadap refined oil dan LPG dipengaruhi oleh tingginya kebutuhan energi konsumer dari sektor industri dan transportasi. Selain itu, mayoritas energi listrik juga berasal dari fosil,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin, di Gedung Kemenko Marves, Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Untuk menghadapi tantangan tersebut, kata Rachmat, Satuan Tugas (Satgas) Transisi Energi Nasional (TEN) sedang menyusun strategi dan rencana implementasi menyeluruh untuk program-program transisi energi nasional di empat sektor utama, yaitu pembangkitan listrik, transportasi, industri, dan bangunan.

Rachmat menyampaikan bahwa strategi transisi energi akan mendorong pemanfaatan empat pilar teknologi yang diterapkan lintas sektor. Di antaranya efisiensi energi, elektrifikasi industri, pemanfaatan alternatif energi rendah karbon, dan penyerapan karbon bagi bangunan, ujar Rachmat menjelaskan.

Sebagai contoh, kata dia lagi, pemanfaatan sumber energi rendah karbon di sektor pembangkitan listrik akan melihat potensi pemanfaatan sumber energi terbarukan seperti surya, panas bumi, dan lainnya.

“Sementara untuk transportasi, kita ingin mengoptimalkan bahan bakar nabati atau biofuel, dan untuk bangunan kita dorong panel surya atap,” kata Rachmat.

Pada akhirnya, ujar Rachmant melanjutkan, pendekatan lintas sektor dan lintas strategi menjadi kunci pencapaian transisi energi yang berpihak pada Indonesia dalam memitigasi perubahan iklim, tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan ketahanan energi nasional.

Pernyataan tersebut, ia sampaikan terkait kehadirannya dalam International Energy Agency (IEA) Ministerial Meeting 2024 di Prancis pada 13-14 Februari.

Dalam forum tersebut, Rachmat yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Transisi Energi Nasional (TEN), menyampaikan konsistensi Indonesia mendorong transisi energi yang bertujuan memitigasi perubahan iklim, memperkuat ketahanan energi serta menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement