Selasa 20 Feb 2024 23:47 WIB

Beras Premium Langka, KRKP: Memang Stoknya Kurang

Peritel enggan menjual beras premium karena mengacu ketentuan HET.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengunjung membeli beras kualitas premium di salah satu supermarket di Jakarta, Ahad (18/2/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung membeli beras kualitas premium di salah satu supermarket di Jakarta, Ahad (18/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelangkaan beras premium di ritel modern dinilai karena tingginya harga yang di atas harga eceren tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 69.900 per lima kilogram. Harga yang sudah mencapai Rp 80.000 untuk kemasan lima kilogram ini pun membuat peritel enggan menjual beras premium karena mengacu ketentuan HET.

Karena itu, Pemerintah mengimbau masyarakat untuk sementara beralih ke beras SPHP dari Bulog di harga sekitar Rp 54.500 yang masih bisa masuk ritel modern. Terkait kelangkaan beras premium ini kemudian dikaitkan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih menyukai jenis premium dibandingkan medium.

Baca Juga

Namun demikian, Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menilai kelangkaan beras premium itu disebabkan banyak faktor. Bukan hanya karena faktor permintaan beras premium lebih tinggi, tetapi karena produksi yang terbatas. 

"Produksi beras mundur hingga April-Mei. Pada sisi lain beras impor masih belum semuanya masuk, selain itu beberapa bagian beras yang ada juga digeser jadi beras bantuan," ujar Said kepada Republika, Selasa (20/2/2024).

Said melanjutkan, kondisi itu yang membuat stok beras berkurang khususnya di tingkat peritel dan ada kecenderungan langka. Selain itu berkurangnya produksi membuat harga beras premium juga meningkat dan di atas angka HET.

"Jadi bukan karena permintaan yang meningkat tapi memang stoknya yang berkurang. Selain hal-hal tersebut di atas, juga karena untuk beras premium masih berlaku HET. Saya kira pemberlakuan HET, menjadi pembatas bagi pelaku perusahaan beras dan ritel untuk menyediakan beras premium dalam jumlah besar," ujarnya

Menurutnya, jika peritel menjual masih mengacu ketentuan HET maka ancaman kerugian lebih besar karena harga inputnya sudah mendekati atau melebihi HET.

"Jadi problem dasarnya karena ketersediaan berasnya terbatas sehingga harganya naik dan tidak akan menutup biaya produksinya," ujarnya.

Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah melalui Perum Bulog dalam jangka pendek memastikan stok di Gudang Bulog untuk bisa dilepas ke pasar melalui operasi pasar. Selain itu, Pemerintah juga harus memastikan sisa impor bisa segera masuk untuk memenuhi kebutuhan.

"Intervensi melalui operasi pasar dan sisa impor bisa masuk saat dibutuhkan bukan saat menjelang panen raya nanti," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, sebagian ritel modern tidak menjual beras premium karena harganya melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun demikian, pemerintah mengupayakan peningkatan ketersediaan stok beras dari Bulog, terutama SPHP dapat memenuhi permintaan pasar secara lebih baik. Ia pun mengajak masyarakat membeli beras SPHP sebagai pengganti beras premium yang harganya tengah naik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement