SumatraLin.id -- Sebagian kita sudah pernah atau berkali-kali mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Tapi, tahukah kita sejarah budaya Indonesia tersebut pernah terukir di relief-relief Candi Borobudur secara nyata, tapi mengapa pernah ditutupi lempengan semen?
Candi Borobudur bagian dari sejarah budaya lampau Indonesia sudah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tahun 1991. Candi Borobudur berkaitan dengan masuknya agama Buddha di Indonesia.
Sejarah mencatat, Candi Borobudur dibangun para penganut Buddha Mahayana pada masa kejayaan Dinasti Syailendra. Borobudur pertama kali dibangun atas inisiatif Raja Samaratungga tahun 824 Masehi. Candi Borobudur selesai dibangun tahun 900 Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani, putri Raja Samaratungga. Arsiteknya Gunadharma.
Candi terbesar di Indonesia ini pernah terkubur berabad-abad lama. Hal ini terkait dengan aktivitas vulkanis gunung berapi. Namun, candi tersebut berhasil direstorasi kembali Thomas Stamford Raffles saat menjabat Gubernur Jenderal di Pulau Jawa tahun 1911.
Raffles meminta bantuan Insinyur Belanda Christian Cornelius untuk memeriksa kondisi bangunan Candi Borobudur yang terkubur dan mengupasnya kembali, hingga terbentuk wujudnya.
Apa saja ukiran relief-relief yang pernah ditutupi lempengan semen itu? Menurut DGE Hall, guru besar Emiritus Sejarah Universitas London, dalam bukunya Sejarah Asia Tenggara (1988), Pancapana, Raka dari Panangkaran, Kerajaan Syailendra yang pertama beragama Budha, dengan kekuasannya membangun monumen Budha yang diklaim lebih indah dari yang ada serupa di Jawa.
Para arkeologi menetapkan pendirian Borobudur pada pertengahan abad IX. Pancapana dikenal juga pendiri Candi Kalasan yang indah sebagai tempat istrinya Dewi Budha, Dewi Tara. Padahal, Borobudur telah dibangun Pancapana sebelum membangun Candi Kalasan diduga pada tahun 772.
Kehadiran Borobudur sebagai ungkapan tertinggi keahlian seni masa Syailendra, boleh dikata tidak seperti monumen Jawa lainnya pada masanya. Borobudur bukan sebuah candi dengan hiasan, melainkan sejumlah stupa berbentuk batu berundag menutupi bagian atas bukit alam.
Puncaknya diratakan untuk tempat berdirinya stupa pusat. Tingginya 150 kaki. Untuk melintasi seluruh jarak melalui ruangan-ruangan yang mendaki sampai ke puncak meliputi perjalanan lebih dari tiga mil. Sejarah mencatat 10 tingkat, yang menggambarkan 10 tingkat Bodhosattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan Buddha di nirwana.
Sepuluh tingkat itu terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya atau kesempurnaan. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa, dengan total 72 stupa ditambah stupa utama.
Tembok-tembok di kiri dan kanan ruangan-ruangan itu dihiasi teks Mahayana. Jumlahnya ribuan. Terdapat 400 patung Budha. Dasar kakinya berisi serangkaian relief yang melukiskan akibat perbuatan-perbuatan baik dan buruk (manusia) yang ditimbulkan (kerusakan) oleh karma.
Pada masanya, relief perbuatan baik dan jelek tersebut (akhirnya) ditutupi lempengan semen. Pada masa kolonial Jepang tahun 1942 – 1945, mereka penasaran ingin melihat dibalik lempengan batu bersemen.
Lempengan semen itu akhirnya dibongkar, dan beberapa relief yang ada di kaki dasar itu juga digali lagi. Batu-batunya tidak diganti, dan sekarang siapa pun kita bisa melihat relief-relief yang pernah ditutupi lempengan semen pada masanya tersebut. (Mursalin Yasland)