Rabu 21 Feb 2024 13:42 WIB

Pengadilan Tinggi London Tolak Petisi Seruan Penangguhan Ekspor Senjata

Pemerintah Inggris mengabaikan aturannya sendiri terkait pengiriman senjata.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Tentara Israel mengendarai tank di dekat perbatasan Jalur Gaza, di Israel selatan, Senin, 19 Februari 2024.
Foto: AP Photo/Tsafrir Abayov
Tentara Israel mengendarai tank di dekat perbatasan Jalur Gaza, di Israel selatan, Senin, 19 Februari 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Pengadilan Tinggi London telah menolak petisi yang menyerukan pemerintahan negara tersebut menangguhkan pengiriman senjata ke Israel, Selasa (20/2/2024). Petisi tersebut diajukan menyusul terus berlanjutnya agresi brutal Israel ke Jalur Gaza.

Dilaporkan laman Al Arabiya, pada Januari lalu, sebuah koalisi kelompok advokasi hukum telah meminta Pengadilan Tinggi London mempercepat peninjauan kembali atas keputusan Pemerintah Inggris tetap menjual komponen dan senjata militer ke Israel.

Baca Juga

Kriteria perizinan strategis Inggris menyatakan bahwa senjata tidak boleh diekspor ketika terdapat risiko, yang jelas bahwa senjata tersebut dapat digunakan dalam pelanggaran hukum kemanusiaan internasional. Kelompok advokasi hukum yang mengajukan gugatan, termasuk di dalamnya organisasi hak asasi manusia Palestina Al-Haq dan Global Legal Action Network (GLAN), berpendapat bahwa Pemerintah Inggris mengabaikan aturannya sendiri terkait pengiriman senjata dalam konflik Gaza.

Namun, pada Selasa lalu, Pengadilan Tinggi Inggris memutuskan menolak tuntutan mereka. Tim pengacara dari kelompok advokasi hukum yang mengajukan gugatan telah menyampaikan bahwa mereka bakal mengajukan banding.

Kelompok pro-Palestina telah mengajukan beberapa kasus ke pengadilan yang berupaya menghentikan ekspor senjata ke Israel di tengah meningkatnya jumlah korban jiwa di Jalur Gaza. Pertengahan bulan ini, Pengadilan Banding di Den Haag memutuskan bahwa Belanda harus berhenti mengirimkan suku cadang untuk jet tempur F-35 yang digunakan oleh Israel di Jalur Gaza.

Pengadilan menyatakan, terdapat risiko nyata bahwa pesawat tersebut akan melanggar hukum kemanusiaan internasional. Saat ini Israel dan Hamas masih terlibat pertempuran di Jalur Gaza. Sejauh ini lebih dari 29 ribu warga Gaza telah terbunuh sejak Israel meluncurkan agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak.

Menurut PBB, agresi Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza yang berjumlah sekitar 2,2 juta orang mengungsi. Mereka harus menghadapi kekurangan makanan, pasokan air bersih, dan obat-obatan. Hal itu karena Israel menerapkan kontrol ketat bagi konvoi bantuan kemanusiaan yang hendak memasuki Gaza. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement