REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara (Jubir) Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin (AMIN), Refly Harun, ikut bergabung dalam aksi yang dilakukan Poros Buruh di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024). Dalam aksi itu, Refly juga ikut berorasi terkait kecurangan dalam Pemilu 2024.
Refly mengatakan, banyak masyarakat yang menilai KPU tidak independen sebagai penyelenggara pemilu. Pasalnya, dalam pemilu kali ini, terdapat pasangan calon (paslon) tertentu yang didukung oleh struktur kekuasaan. Diduga kuat, KPU juga termasuk dalam struktur kekuasaan itu.
"Karena itulah salah satu chalenge kita adalah berani enggak KPU membuka sistem informasinya? Kita audit forensik, apakah sistem IT KPU itu memang fair, netral?" kata dia kepada wartawan di depan Kantor KPU RI, Rabu (21/2/2024) sore.
Menurut Refly, berdasarkan rumor yang banyak beredar, server website KPU berada di luar negeri. Selain itu, dalam rumor itu, data Pemilu 2024 tidak sepenuhnya dikuasai oleh KPU.
Bahkan, Refly menyebut, Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) telah berisi data tertentu sebelum penghitungan dilakukan. "Hal-hal seperti ini agar tidak menjadi gosip politik, maka ya sudah lakukan saja audit forensik. Libatkan paslon untuk melihat, serta para ahli IT. Nanti akan dilihat, apakah ini jujur atau tidak," kata dia.
Ia menjelaskan, keberadaan Sirekap sebetulnya hanyalah alat bantu dalam proses penghitungan suara. Namun, penghitungan manual yang dilakukan juga dimasukkan ke dalam sistem elektronik. "Yang tidak pakai elektronik cuma di TPS, tulis tangan, tapi ketika rekap di PPK itu pakai sistem elektronik. Rekap KPU kabupaten/kota pakai elektronik," kata dia.
Karena itu, Refly meminta KPU untuk melakukan audit forensik terhadap sistem IT milik mereka. Audit forensik itu dilakukan untuk memastikan sistem Sirekap bersih atau tidak.
"Menurut saya, kalau itu bisa dibuktikan kalau ada desain kecurangan yang dimulai dari IT, menurut saya itu sudah cukup untuk menggambarkan (kecurangan) TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) itu," kata dia.
Ia menjelaskan, terstruktur pasti karena ada pihak yang merencanakan kecurangan tersebut. Sementara sistematis dan masif itu karena hasilnya akan menyangkut seluruh suara di Republik Indonesia.
"Jadi banyak orang yang mengatakan, kalau ada suara menggelembung di sini, ini diperbaiki bisa menggelembung di tempat lain. Ada yang mengatakan cek saja C Hasilnya. C Hasil itu berapa jumlahnya? 823.236 (bua). Siapa yang mau ngecek satu-satu? Dua tahun baru selesai," kata dia.
Karena itu, Refly meminta KPU jujur dan adil sebagai penyelenggara pemilu. Salah satu upaya untuk membuktikan bahwa KPU jujur dan adil adalah melakukan audit forensik terhadap sistem IT milik mereka. "Kita yakin TSM itu ada. Kalau soal pembuktian nanti kita, tentu harus dibuktikan," kata dia.