REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pelambatan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan China akan memberikan dampak signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia.
Menurutnya hal itu dikarenakan kedua negara adidaya tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia di pasar internasional.
"Kalau dalam pengamatan saya, Jepang dan Inggris itu relatif lebih lemah pengaruhnya terhadap Indonesia, dibandingkan dengan China dan Amerika, terutama China," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Faisal mengatakan berdasarkan prediksi dari International Monetary Fund (IMF), pada 2024 laju pertumbuhan ekonomi China akan mengalami pelemahan sekitar 1 persen, sedangkan AS diproyeksikan akan mengalami penurunan yang awalnya 2,1 persen menjadi 1,5 persen.
Ia menilai prediksi pelemahan tersebut akan memberikan dampak yang besar kepada Indonesia, karena secara kumulatif China dan AS masing-masing menyumbang 41 dan 22 persen terhadap pertumbuhan ekonomi dunia dalam 10 tahun terakhir.
Oleh karena itu ia mengatakan, perlu ada strategi untuk mengantisipasi pelambatan laju ekonomi yang dialami oleh kedua mitra dagang utama Indonesia tersebut supaya visi Indonesia Emas 2045 bisa terwujud.
"Jadi ke depan China ini akan terus diperkirakan tumbuh lebih lambat, sehingga dalam kondisi ini perlu waspada, meski Indonesia lebih resilient," katanya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai kumulatif ekspor Indonesia ke China pada tahun 2023 mencapai 64,9 miliar dolar AS, dengan angka ekspor tertinggi terjadi di Desember yakni mencapai 6,1 miliar dolar AS.
Keuntungan yang didapat oleh Indonesia melalui ekspor ke Amerika Serikat pada tahun yang sama yakni sebesar 23,2 miliar dolar AS, dengan penjualan tertinggi pada Agustus yang mencapai 2,1 miliar dolar AS.