REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang siswanya tinggal di pondok atau asrama-asrama selama bertahun-tahun.
Dan ada satu sosok dipesantren tersebut sebagai pembimbing yang dihormati yang itu disebut kiai. Dan siswa yang menetap di pesantren disebut dengan santri.
Sistem pendidikan pesantren mempunyai kekhasan. Ia berbeda dengan sistem pendidikan umum. Pesantren lebih menekankan pendidikan agama kepada santri. Meskipun mayoritas pesantren juga menerapkan pendidikan.
Kendati demikian, setidaknya ada tiga sistem pendidikan khas pesantren menurut Ach Dhofir Zuhry dalam bukunya, Peradaban Sarung.
Ciri khas pertama sistem pendidikan pesantren adalah metode sorogan (privat). Sistem dan pengajaran dalam pola sorogan ini biasanya diikuti oleh satu atau beberapa santri senior dengan cara membaca teks sebuah kitab kuning di hadapan kiai langsung.
Dalam metode ini, kiai mempunyai peran penting memahankan secara lebih detil kepada santrinya. Dia bisa langsung memperbaiki jika ada kesalahan dari bacaan santri. Aktivitas ini biasanya berlangsung di kediaman kiai (ndalem).
Kelebihan dari metode ini, kata Ach Dhofir, kiai akan mengetahui secara langsung perkembangan intelektual santri dan komprehensif. Kiai dapat memberikan penekanan secara langsung berdasarkan observasinya disesuaikan dengan kapasitas kemampuan santri.
Dan metode ini biasanya mengkaji satu kitab sampai tamat dan paham. Karena itu berlangsung lama sehingga membutuhkan kesabaran dan keuletan baik kiai maupun santri.
Meteode pendidikan khas kedua adalah wetonan atau bandongan (kuliah umum). Meteode ini kiai, guru atau ustaz membacakan kitab kuning lalu menerjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa daerah atau Indonesia agar dimengerti.
Santri hanya menyimak dan mencatat. Biasanya santri akan menggunakan penanya menulis terjemahan atau catatan menggantung atau miring di bawah dan di pinggir-pinggir teks kitab kuning.
Namun kelemahan dari metode ini, menurut Ach Dhofir, santri bersifat pasif. Pasalnya dalam proses belajar-mengajar, guru, ustadz, atau kiai mendominasi, sedangkan santri hanya mendengarkan dan menyimak penjelasan. Santri tidak memiliki ruang leluasa melatih daya kritisnya.
Baca juga: 5 Kunci Agar Rezeki yang Diperoleh Berkah di Dunia Menurut Alquran dan Hadits
Metode pendidikan khas pesantren yang ketiga adalah hafalan dan nazhaman. Di pesantren sangat familiar dengan buku-buku atau kitab berupa syair dan sangat musikal sehingga dengan mudah dalam praktik hafalan dilantunkan dalam berbagai corak, ritme, dan langgam.
Metode ini lazim digunakan pada santri baru saat belajar ilmu alat atau gramatika dan morfologi, ilmu tauhid, tajwid dan ilmu balaghah atau linguistik. Biasanya nazhaman dicetak dalam bentuk buku saku.