REPUBLIKA.CO.ID, COPENHAGEN -- Petani Denmark menyuarakan kekhawatiran rencana kenaikan pajak emisi karbon akan memaksa mereka mengurangi produksi dan menutup lahan pertanian. Rencana ini bagian dari upaya ambisius untuk memenuhi tujuan iklim Denmark.
Denmark yang merupakan eksportir produksi susu dan babi dapat menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pajak emisi di pertanian. Langkah ini mendapat banyak dukungan politik setelah tahun lalu Selandia Baru memundurkan penerapan pajak serupa pada akhir 2025.
Pajak karbon pada petani dapat membantu Denmark mencapai target pemangkasan gas rumah kaca sebesar 70 persen pada tahun 2030 dari tingkat 1990. Namun menurut kelompok komisi pemerintah mengatakan langkah itu juga akan menaikan biaya produksi para petani dan dapat mengurangi produksi mereka sampai seperlimanya.
Pajak sebesar 750 crown Denmark atau 109 dolar AS per juta ton karbon dioksida (CO2) yang diemisikan akan berdampak besar. Kelompok ini juga mempertimbangkan pajak yang lebih rendah sebesar 375 crown dan 125 crown.
"Model-model ini berdasarkan sesuatu yang sangat mengecewakan, yaitu pengurangan iklim hanya dapat dilakukan dengan mengurangi produksi," kata CEO produsen produk susu Arla Foods, Peder Tuborgh, Rabu (21/2/2024).
Tuborgh mengatakan teknologi baru akan membantu 9.000 petani Arla di Denmark, Swedia, Inggris, Jerman dan Benelux untuk mengurangi emisi hingga satu juta ton dua tahun terakhir. "Ada jalan inovasi, kami ingin melanjutkan perjalanan itu, dibandingkan menutup produksi kami," tambahnya.
Menurut lembaga think-tank iklim Denmark, Concito, lebih dari separuh lahan di Denmark digunakan untuk pertanian, dan sektor ini menyumbang sepertiga dari emisi karbon di negara itu. Sektor pertanian menjadi medan pertarungan politik karena Uni Eropa berusaha untuk memenuhi target nol emisi bersih pada 2050.
Para petani di seluruh blok tersebut menggelar protes selama berminggu-minggu, dengan mengatakan mereka menghadapi kenaikan biaya produksi dan pajak, birokrasi, dan peraturan-peraturan lingkungan yang berlebihan. Skenario yang dibuat para penasihat pemerintah akan mengurangi produksi pertanian antara enam persen dan 15 persen, dengan produksi sapi dan babi turun sekitar 20 persen berdasarkan skenario perpajakan yang paling keras.
"Akan relatif dramatis jika kami memilih untuk menempuh jalan itu," kata CEO produsen daging babi terbesar di Eropa, Danish Crown Jais Valeur kepada stasiun televisi TV2. "Kuncinya adalah mendorong peternak terbaik kami untuk menjadi lebih baik sehingga kami dapat memimpin jalan menuju transisi yang berkelanjutan," katanya.