REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas dari nasabah yang terjebak pinjaman online (pinjol) merupakan generasi Z dan milenial. Hal itu terbukti dari data yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Financial Planner Expert (PINA Indonesia) Rista Zwestika mengungkapkan, total nilai kerugian akibat pinjol ilegal periode 2018-2022 tercatat mencapai Rp 126 triliun.
Selama periode Januari-Oktober 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI/sebelumnya Satgas Waspada Investasi) bersama 12 kementerian dan lembaga telah memblokir 1.466 platform pinjol illegal dan 18 entitas investasi ilegal yang diblokir.
Rista mengatakan, masih terjebaknya 69 persen dari milenial dan gen Z dalam investasi bodong lantaran mereka tidak memiliki strategi investasi. Sekitar 85,6 persen generasi muda juga masih kurang sehat secara finansial.
“Faktanya dengan disrupsi media sosial, anak muda ini terpapar omongan rebahan saja tapi bisa menghasilkan uang. Jadi, gen Z terkenal ingin mempermudah hidup, tanpa harus melewati proses,” ujarnya dalam Forum Jurnalis Jago, Rabu (21/2/2024) sore.
Selain itu, penyebab masih banyaknya anak muda terjebak investasi bodong juga karena terpengaruh influencer yang sebagian tidak memiliki sertifikasi atau bidang keilmuan soal investasi. Tercatat, pengaduan korban pinjaman online ilegal 1 Januari 2022 hingga Januari 2024 sebesar 39.866.
"Pinjol ilegal yang ditutup sejak tahun 2017 hingga 2023 sebanyak 6.680. Namun ditutup satu tetap lagi nanti tumbuh seribu," ucap Rista.
Bila dilihat secara persentase, jumlah anak muda usia di bawah 19 tahun yang terjebak pinjaman online sebesar 0,4 persen. Kemudian, usia 19-34 sebesar 60,1 persen. Lalu, usia 35-45 tahun mencapai 35,7 persen. Sedangkan usia di atas 54 tahun mencapai 3,8 persen.
Untuk jumlah penerima pinjaman online di usia kurang dari 19 tahun mencapai 72.142 orang dan jumlah pinjaman mencapai Rp 168,87 miliar. Kemudian, jumlah penerima di usia 19-34 tahun mencapai 10.914.970 orang dengan jumlah pinjaman Rp 26,87 triliun.
Sementara, jumlah penerima untuk usia 35-54 tahun mencapai 6.489.965 orang dan jumlah pinjaman Rp 17,89 triliun. Terakhir untuk usia di atas 54 tahun jumlah penerima mencapai 686.354 orang dengan jumlah pinjaman Rp 1,99 triliun.
"Kalau untuk usia muda biasanya untuk kebutuhan shopping atau traveling, sementara untuk usia 35-54 tahun untuk kebutuhan hidup sehari-hari," ujarnya.
Di sisi lain, kata Rista, permasalahan yang tengah mendera anak muda adalah angka sandwich generation di Tanah Air mencapai 77,8 persen. Artinya, pembiayaan rumah tangga Lansia ditopang oleh anggota rumah tangga yang bekerja.
“Jadi penyebab sandwich generation itu sebenarnya karena hampir 90 persen masyarakat Indonesia tidak siap pensiun,” ujar Rista.