Kamis 22 Feb 2024 08:57 WIB

Totalitas Dukung Israel, AS Minta Israel tak Diusir dari Palestina

Rusia berpendapat pemukiman Israel di daerah pendudukan Tepi Barat melanggar hukum.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Pengunjuk rasa pro-Palestina mengangkat spanduk, bendera, dan plakat saat demonstrasi di London, Sabtu, (3/2/2024).
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Pengunjuk rasa pro-Palestina mengangkat spanduk, bendera, dan plakat saat demonstrasi di London, Sabtu, (3/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Amerika Serikat (AS) memberitahu Mahkamah Internasional untuk tidak memerintahkan penarikan pasukan Israel tanpa syarat dari wilayah Palestina tanpa jaminan. ICJ yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia menggelar sidang dengar pendapat dari 50 negara sepanjang pekan ini.

Negara-negara itu termasuk Indonesia akan menyampaikan argumen hukum tak mengikat mengenai konsekuensi hukum pendudukan atau penjajahan Israel. Afrika Selatan (Afsel) dan Arab Saudi sudah menuntut diakhirinya pendudukan di wilayah Palestina yang terjadi setelah Perang Israel-Arab pada 1967.

Baca Juga

Namun penasihat hukum untuk Departemen Luar Negeri AS Richard Visek mengambil pendekatan yang berbeda. "Pengadilan tidak boleh menemukan Israel wajib secara hukum untuk segera mundur dari wilayah pendudukan tanpa syarat, setiap pergerakan ke arah mundurnya Israel dari Tepi Barat dan Gaza perlu mempertimbangkan keamanan Israel," katanya, seperti dikutip dari Aljazirah, Rabu (21/2/2024).

"Kita semua diingatkan kebutuhan keamanan pada 7 Oktober, dan kebutuhan itu masih ada. Sayangnya kebutuhan itu diabaikan oleh banyak peserta," tambahnya. Ia merujuk serangan mendadak Hamas ke Israel yang berdasarkan penghitungan dari angka yang diumumkan Israel menewaskan 1.139 orang. Sekitar 250 orang lainnya diculik.

Israel membalasnya dengan serangan yang sudah menewaskan lebih dari 29 ribu orang. Serangan itu juga memaksa 80 persen populasi Gaza mengungsi. Panel 15 hakim ICJ Panel meninjau kembali "pendudukan, pemukiman, dan aneksasi Israel, termasuk tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografis, karakter, dan status Kota Suci Yerusalem, dan dari pengadopsian legislasi dan tindakan-tindakan diskriminatif terkait".

Visek berpendapat hakim harus bertahan pada kerangka kerja solusi dua negara. "Penting bagi pengadilan untuk mengingat keseimbangan yang telah ditetapkan Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB untuk memberikan kesempatan terbaik bagi perdamaian tahan lama," katanya.

Pidato Visek disampaikan setelah AS memveto rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Dewan Keamanan. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan resolusi itu ditolak karena dapat berdampak pada negosiasi untuk mengamankan gencatan senjata dan pertukaran sandera dan tahanan Palestina yang sedang dilakukan AS, Mesir, Israel dan Qatar.

Mesir yang terlibat sebagai mediator dalam negosiasi Israel dan Hamas menyampaikan sikapnya mengenai legalitas pendudukan Israel. Mesir menyebut pendudukan Israel sebagai pelanggaran berkelanjutan hukum internasional. "Konsekuensi pendudukan Israel yang berkepanjangan jelas dan tidak ada perdamaian, stabilitas, kemakmuran tanpa supremasi hukum," kata penasihat hukum Kementerian Luar Negeri Mesir Jasmine Moussa.

Rusia dan Prancis juga menyampaikan pendapatnya pada Rabu (21/2/2024). Duta Besar Rusia untuk Belanda Vladimir Tarabrin mengatakan pemukiman Israel di daerah pendudukan Tepi Barat melanggar hukum internasional. "Dan bertentangan dengan prinsip tidak dapat diterimanya akuisisi wilayah secara paksa."

Dia menambahkan pendudukan Israel menghalangi hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Tarabrin menambahkan solusi dua negara dengan negara Palestina yang "merdeka dan layak" akan menjadi cara terbaik untuk mengakhiri "pelanggaran Israel, menciptakan jaminan pelanggaran tersebut tidak akan terulang dan memperbaiki kerusakan".

Perwakilan Prancis, Diego Colas, juga mengutuk kebijakan pemukiman Israel dan mengatakan Paris tidak akan pernah mengakui aneksasi ilegal di Tepi Barat. Israel, yang tidak berpartisipasi dalam sidang dengar pendapat lisan, menyampaikan pernyataan tertulis yang menggambarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pengadilan "merugikan" dan "tendensius".

Israel berargumen wilayah-wilayah tersebut secara resmi diduduki setelah direbut dari Yordania dan Mesir pada perang 1967 dan bukan dari Palestina yang berdaulat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement